Desember 04, 2021

Review Novel Nasi Lemak Melankolis Karya Saad Pamungkas
Review ulasan novel saad pamungkas novel nasi lemak melankolis
“Komunitas itu penting.”
Kata pendek di atas adalah kata saya. Begitulah tulisan ini saya buka. Benar adanya, dan saya rasakan sendiri, bagaimana pun berbagi pengalaman atau ilmu dengan teman komunitas menimbulkan suatu kebahagiaan yang saya rasakan.

Hadiah bagi saya ketika ada insan yang baik hati menyilakan saya sebagai narasumber, berpangkal dari chat WhatsApp masuk Selasa, 30 November 2021.

Assalamualaikum Mas, apa kabar? Sudah di Jember ya? Jum'at besok sudah boleh kah book Review di WAG TJI Community?”

Jam 12:59 siang.

Saya tak pernah berjumpa sekalipun kecuali dalam WhatsApp, dan media sosial lainnya. Namanya Suci Wulandari, anggota komunitas The Jannah Institute, komunitas besutan Mbak Prita HW.

Saya menyanggupi tawaran itu. Dengan senang hati.

Kami saling bertanya-tanya, buku apa yang harus diulas? Mbak Suci pun mengail judul “Nasi Lemak Melankolis”, sebuah karya novel solo saya. Karya yang sudah lawas. Terbit pada tahun 2017. Karya pertama saya dengan lembaran terbanyak.

Saya menerka kenapa Mbak Suci tertarik mengulas karya saya ini. Mungkin karena ini ada kaitannya dengan kediaman beliau saat ini, Malaysia. Apalagi nasi lemak memang khas negeri jiran. Benar enggak nih tebakan saya, Mbak?

Logo The Jannah Institute


***

Judul: Nasi Lemak Melankolis
Penulis: Saad Pamungkas
Halaman: 272
Penerbit: PT. Anak Hebat Indonesia
Tanggal Publikasi: 2017

Nasi Lemak Melankolis adalah sebuah novel yang pertama kali ditulis oleh Saad Pamungkas. Novel Nasi Lemak Melankolis ini termasuk novel yang masih ada sangkut pautnya dengan kisah hidup seseorang. True story dari seorang sahabat terdekat.

Nasi Lemak Melankolis mengisahkan tentang seorang yang terlahir dari ‘keluarga tak utuh’ atau broken home, ia bernama Junaidi (tentunya nama samaran). Kenapa saya memakai nama Junaidi? biar ke-jawa-annya dapat. Hehe.
flyer bersama TJI comunity
Selebaran digital oleh komunitas TJI.
 
Selalu ada percekcokan hampir setiap hari terjadi dalam keluarga Junaidi. Ibu dan bapak sudah saling tak percaya lagi dan nyaris cerai. Junaidi sendiri punya seorang kakak yang pergaulannya bebas, kakaknya tak peduli sama keadaan kejiwaan Junaidi. Artinya, di rumah ia tak menemukan kedamaian. Ditambah pula luka-luka yang ia dapatkan ketika di sekolah. Teman-temannya sering membulinya, karena Junaidi sering melamun dan melankolis, mirisnya lagi guru-guru pun ikut membulinya juga. Pembulian tersebut semenjak sekolah dasar. Kemudian berlanjut parah saat tingkat SMP. Karena SMP Junaidi pindah ke kota, sementara SD ada di pelosok desa. Jadi, tak ada seorang pun yang paham dengan keadaannya, kecuali dirinya sendiri.

Padahal kita tahu bahwa; 

Mendidik murid dengan kesabaran dan keuletan adalah salah satu tugas guru, bukan malah sebaliknya.
Ketika ada murid sukses dalam pelajaran atau pada masa depannya, pasti ada jasa guru yang dulu mentransfer ilmu. Namun sebaliknya yang terjadi pada Junaidi, bukannya menyemangati Junaidi, guru-guru SMP (saat paling mengerikan terjadi) justru mematahkan semangat Junaidi dengan meremehkannya dan menjuluki Junaidi sebagai ‘anak yang mudah kesurupan yang harus diruqyah’ oleh guru agama, ‘stupid’ julukan dari guru bahasa Inggris, ‘murid suka bengong/kosong’ julukan dari guru matematika, dan hampir semua guru memojokkan Junaidi. 

Junaidi berasal dari keluarga miskin, yang selalu sabar dalam meniti kehidupannya yang sulit untuk usia Junaidi, tak ada orang yang bisa memahami kecuali dengan prasangka dan dugaan yang negatif.

Begitu banyak hal menyedihkan yang terjadi dalam masa kecil Junaidi. Junaidi yang luar biasa menahan sabar dan perih ini hampir menyerah dengan keadaan. Sudah mulai bolos dan belajar nakal. Kenapa malah belajar nakal?

Karena fitrah Junaidi seorang yang baik hati, suka damai, tidak suka hal-hal negatif. Sementara hal itu sangat berbeda sekali dengan teman-temannya yang suka buat onar dan ramai di kelas. Junaidi merasa berbeda, mulailah ia belajar nakal, seperti bolos, menulis surat palsu, berbohong sakit kepada guru.

Junaidi suka membaca dan menulis, seorang yang genius dalam merangkai kata. Senang hati saat menulis cerita rekaannya sampai beratus-ratus halaman ditulis secara manual alias menggunakan bullpoint. Demi memuaskan dahaganya akan dunia aksara.

Sayangnya lingkungan sama sekali tak mendukungnya, teman-temannya malah menilai puisi-puisi yang ditulis Junaidi sulit dipahami dan hasil tulisan dari igauan belaka. Maka ia pun tutup bukunya.

Padahal bisa dibilang ia adalah seniman  besar yang tertidur. Daya imajinatifnya tinggi, kreatif, dan sayangnya sering diremehkan teman-temannya karena ketidaklogisan tulisannya. Namun potensi itu tertidur sementara, ia membangunkan potensi-potensi itu setelah bertahun-tahun merantau dari Malaysia, lanjut ke Medan, Batam, Aceh, Yogyakarta, sehingga ia berhasil mengangkat derajat dirinya di mata teman-temannya. Maupun di mata keluarganya.

Junaidi menyanggupi saat ada tawaran dari kakaknya untuk menempuh pendidikan di Malaysia dan kerja di sana juga. Awal mula tawaran itu membuat ragu, karena jarak dan mental. Namun ia ingat dari bahan bacaan yang dinukil dari Imam Syafii, yang mengatakan.

"Tinggalkanlah kampung halaman, merantaulah!"
Maka ia pun berangkat. Ada banyak hal menakjubkan yang dialami Junaidi. Ia sudah teguh untuk merubah dirinya, yang dulunya pelamun, menjadi pelajar. Yang dulunya dibuli orang, menjadi pembuli dirinya agar terus berubah menjadi lebih baik. Yang dulunya tidak percaya diri, menjadi lebih ingin tahu dan berani mengambil langkah besar.

***

Novel ini merupakan karya pertama yang diluncurkan oleh Saad Pamungkas. Ada kisah pilu dibalik novel ini. Yakni editor yang bernama Agung, meninggal dunia. Sehingga proses editingnya tak sepenuhnya selesai. 

Karena sangking semangatnya menulis, saya menulis hingga hampir 200 halaman. Dengan rincian, ditulis di MS Word dengan format default, font size 12, times new roman. Saya tidak mengutak-ngatik lagi format tersebut. Karena pengalaman masih minim. Ketika sudah masuk ke penerbit, mengatakan kalau halaman novel saya terlewat banyak! Saya sendiri mengiyakan, maksudnya ‘saya yang sekarang’ ini mengiyakan. Biasanya kalau sudah di atas meja penerbit, format disesuaikan dengan ukuran kertas novel, kalau tidak salah ukuran A5.

So, kemungkinan dari halaman 200 (yang belum diformat) jika sudah diformat dengan ukuran penerbit (A5), halaman tersebut meningkat 2 kali lipat. Apalagi kalau ada ilustrasi gambar.

Walhasil, karya saya banyak yang di-cut. Dan okey, tak masalah bagi saya. Karena itu karya pertama saya. Dan itulah kekurangan pada novel ini; pemotongan kata yang banyak. Sehingga ketika dibaca seakan-akan kita lompat-lompat tak jelas.

Makanya, sampai ada anggota TJI berkata, "belum pernah dengar Mas Saad nulis novel, tahunya nulis buku Koeng (biografi Iman  Suligi)." Sebab saya sendiri merasa masih banyak kekurangan dalam novel pertama saya ini. Novel ini ke depan ingin saya revisi, setelah kesan-kesan cut, typo tiada, barulah saya promosi secara masif.

Banyak ibrah yang dapat dikutip dalam novel Nasi Lemak Melankolis. Kita harus bersabar karena dunia ini adalah tempat capai, lelah, pusing dan segala ketidakenakan lainnya. Tapi ingat, Allah akan bersama kita kalau kita bertahan dalam kesabaran.

Tempat kuliah saya dulu, Sg. Ramal Dalam, Malaysia.

Dari penggambaran nasib Junaidi ini, teman-teman menyangka kalau cerita ini penuh kesedihan atau melankolis saja, tidak juga, ada sisi-sisi humornya juga. Seperti:

Ketika aku menuturkan kata 'finansial', dosen menyuruhku untuk mengulang lagi. Aku pun mengulang kata-kata tersebut. Barulah dosen mengangguk-angguk. Tapi karena kurang yakin, dosen itu mendekat sampai telinganya mengarah ke mulutku. “Coba sekali lagi...” pintanya. "Oh, syukurlah. Saya kira kamu berkata Penang Sial!" serentak satu kelas tertawa. Jadi ‘finansial’ di Malaysia itu penuturannya sama dengan English (finance) dibaca fəˈnan(t)SHəl. Bukan finansial sebagaimana penuturan orang Indonesia pada umumnya. 

Begitu juga waktu presentasi dengan tema “jujur”, terdengar oleh dosen : cucur. 
Dan ketika aku mengucapkan kata ‘butuh’*  semua kelas menegang, mengerutkan kening, terkecuali mahasiswa Indonesia, hanya senyum-senyum mengerti. 

Setelah saya paparkan hal yang lucu di atas, ada anggota yang belum tahu arti 'butuh' dalam bahasa Malaysia. Meskipun pernah dan mungkin sampai sekarang masih stay di sana. Hehe. Sampai bertanya langsung kepada orang Melayu asli sana.  Untungnya dijawab secara aman atau memang ditutupi, ya? hehe.
chat langsung ke orang melayu malaysia
Hehehe.

Novel ini bisa dibaca oleh remaja, dewasa, dan orang tua, serta guru-guru yang seharusnya bisa jadi teladan yang baik. Dan bisa dijadikan sebagai motivasi untuk para pelajar yang nasibnya sama dengan Junaidi, broken home. Ingat! Kalian punya masa depan yang cerah kalau sabar dan terus berkarya, cari komunitas dan jalin sosial dengan mereka.

*(Kata 'butuh' dalam bahasa Melayu artinya alat kelamin laki-laki).

Gemar menulis dan membaca dua aktivitas ini yang menjadi kendaraan saya menjadi penulis, untuk menambah kenalan di Tanah Air maupun luar negeri, yang punya passion sama dibidang literasi.

9 Comment:

  1. Wahhhh keren Mas, 😍 kalau sudah direvisi kabari saya ya, insyaallah saya berminat untuk ngoleksi buku ini di deretan buku2 keren lainnya. Masyaallah... Jadi nggak sabar nunggu bukunya terbit kembali. 🥰🤗

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik. Terima kasih atensinya, Kak.

      Saya akan kabari kalau sudah revisi.


      Salam buat mak cik dan pak cik di sana....

      Hapus
  2. Balasan
    1. Siapa dulu dong gurunya...

      Sebab murid tak akan pernah ada kalau tidak ada guru yang hebat dibaliknya.

      Hapus
  3. Balasan
    1. Perlu apa butuh? Hehe.

      Baik, Kak. Saya buat woro-woro lagi kalau sudah siap.

      Hapus

Contact

Kirim saya Email

Hubungi

ContactInfo

Secara etimologis, kata literasi (literacy)berasal dari bahasa Latin “literatus” yang artinya adalah orang yang belajar. Literasi erat hubungannya dengan proses membaca dan menulis. Namun, seiring berjalannya zaman, literasi mengalami perkembangan definisi yang baru, diantaranyaliterasi sains,literasi digital,literasi numerasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan. Khusus di website ini, membahas tentang literasi baca dan tulis atau manfaat berjejak hidup lewat kata.

Alamat:

Jln. Sunan Bonang No. 42A, Jember.

Phone:

+62 812 3254 8422

Email:

admin@mediapamungkas.com