Penulis membutuhkan cukup banyak waktu untuk merampungkan satu buku, mulai dari mengumpulkan riset, pergi ke perpustakaan atau taman baca, browsing data, wawancara narasumber, ditambah editing dan tahapan-tahapan lainnya untuk sampai diterbitkannya karya tulis.
Belum lagi, dalam proses menulis kadang masih menemui writer’s block, siap-siap garuk-garuk kepala, otak akan loading.
Seorang penulis sebenarnya tak melulu setiap hari menulis saja.
Asumsi saya adalah yang membaca tulisan ini bukan Dewi Lestari, Tere Liye, Andrea Hirata, Eka Kurniawan, Ahmad Fuadi, Ahmad Tohari, Ayu Utami, Asma Nadia, dan penulis-penulis terkenal lainnya. Kalau mereka memang produktif dan sudah diakui top. Tulisan ini teruntuk saya pribadi, dan penulis-penulis yang baru ‘njegur’ di dunia aksara.
Oleh karena masih penulis pemula, kita membutuhkan waktu yang tak sedikit untuk
branded atau dikenal. Karena karya kita masih sedikit dan harus ditingkatkan lagi produktifitas menghasilkan karya sehingga laku di pasaran secara terus menerus, sebagaimana Tere Liye. Saya setiap kali ke Gramedia karya Tere Liye pasti terpampang, dari tahun ke tahun. Sejak best seller-nya Hafalan Salat Delisa, sampai sekarang tak pernah tak terpajang. Pasti terpajang!
 |
Tere Liye dan buku "Pergi".
|
Maka untuk kita yang penulis pemula, harus berdamai dulu dengan keadaan. Syukuri apa yang ada. Kita harus menikmati terlebih dahulu pekerjaan utama yang sudah pasti kita mendapatkan jatah gaji perbulannya.
So, jadikan hobi menulis kita sebagai sampingan. Tapi meskipun sampingan tetap jadikan kegiatan utama yang harus berjalan setiap hari, manfaat waktu luang!
(Baca juga: Penulis Kudu Rajin Menulis)
Apalagi, kecanggihan teknologi sekarang memudahkan kita untuk menjadikan passion atau hobi ini menjadi penghasilan sampingan atau eksistensi kita di dalam suatu bidang bisnis. Asal kita harus bisa ‘mencuri’ waktu.
Tapi ingat! jangan sampai tidak fokus sama pekerjaan utama.
Misal seperti saya (mohon maaf sampelnya saya mulu) yang bekerja di sebuah perusahaan cargo. Mulai dari bongkar barang, cek list barang, ikut mengangkat-angkat barang, jika perlu crossceck, menginput kotak paketan turun, setelah itu saya sempatkan untuk menulis atau minimal membaca buku fisik. Saya lebih suka buku fisik untuk melepas lelah. Membaca e-book malah terasa seperti masih membaca data-data pekerjaan (ini sih tergantung selera saja).
 |
Menginput data.
|
Atau pilihan lain adalah menyempatkan menulis pada website ini, meng-upload karya tulis sederhana (seperti yang Anda baca ini) maupun nyicil menulis naskah jika ada project menulis.
Bukan hanya bidang menulis saja, buat teman-teman yang hobi memasak, suka dengan dunia tata rias, mengulas produk, menjahit baju, melukis, serta bidang-bidang lainnya juga berpeluang bagus untuk dijadikan bisnis sampingan. Jangan sampai tidak ada pekerjaan sampingan. Itu riskan sekali untuk masa depan yang cemerlang.
Kenapa demikian?
Ingat, mumpung status kita masih sebagai pegawai suatu perusahaan yang penghasilan tiap bulan pasti kita dapatkan, kita harus berani bereksperimen untuk mengasah passion atau bisnis sampingan agar semakin expert. Dengan gaji bulanan, kita bisa memanfaatkannya untuk ikut kursus seputar passion atau bisnis kita. Misal, seperti saya yang berusaha mencari jaringan kepenulisan yang lebih luas saat libur kerja. Bertemu dengan pegiat-pegiat literasi atau melihat peluang usaha lain dari teman.
Star dari awal kenapa?
Karena dengan telaten dan sabar mengembangkan passion kita, nanti kita akan lebih mudah menentukan rencana ke depannya. Kita tidak bakal kaget atau merasa bingung saat kontrak kita di sebuah perusahaan akan berakhir, sebab bekal sudah kita persiapkan dari awal.
Bagaimana kalau pimpinan tahu kita ada usaha lain?
Kenapa harus khawatir ketahuan? Asal kerja kita fokus pada pekerjaan utama, tidak teledor, selalu memuaskan, dan amanah.
 |
Mengangkat barang yang lebih berat daripada yang si pengangkat.
|
Dan jam kerja memanglah jam kerja, di luar itu kita bebas meledak-ledakkan potensi kita, karena saya yakin setiap orang punya dunia lain selain bekerja, bekerja, dan bekerja.
Kalau ketahuan atasan justru kita akan memiliki nilai tambah pada portfolio. Dalam dunia pekerjaan, portfolio itu penting sekali. Dari bisnis sampingan yang kita jalankan, pastinya orang lebih mudah mengenal kita. Misalnya, website ini saya bangun untuk portofolio saya. Pernah ada seseorang membuka website ini, dan berkata, “bang enak sekali buka website-mu, lancar!” atau langsung to the point, “kenapa tidak ada iklan terpampang? Tidak pakai adsense kah?” jawabannya: ya, tak ada iklan dan tak ada adsense. Sebab website ini saya desain agar pengunjung bisa membaca tulisan saya dengan leluasa, tanpa harus klik close untuk menyingkirkan iklan yang menutupi konten saya.
Boro-boro kita diistirahatkan di rumah, mungkin kita akan dipertahankan di perusahaan itu karena memiliki nilai plus yang mungkin bisa membantu perusahaan semakin berkembang.
Saya bekerja di cargo, selain admin merangkap juga sebagai assistent driver (pakai istilah ini saja ya, hehe). Di sana saya beruntung bisa jadi assistent driver, saya berpeluang berjumpa dengan penerima paketan dan itu artinya saya dapat kisah-kisah menarik dari mereka, salah satunya dapat pula trik bisnis.
Jika untuk Anda yang bekerja di atas kursi di belakang meja, setelah pulang kantor bisa menyempatkan diri mengembangkan usaha sampingan, pasti akan berhubungan dengan banyak orang baru juga, hal itu bagus sekali untuk langkah upgrade diri seputar bisnis. Anda tidak hanya punya teman dari kantor saja tapi juga datang dari klien bisnis sampingan.
Setelah kontrak pekerja kita sudah habis, kita akan lebih bahagia dari pekerjaan sebelumnya. Jelas, mengelola bisnis yang sesuai dengan passion pastinya membuat kita lebih senang dan ringan. Kita adalah boss, lebih lebih mudah mengatur waktu untuk mengembangkan bisnis pribadi.
Bagaimana jika seorang penulis bekerja jauh dari lautan aksara?
Gambarannya gersang dan membuat kita berpeluh? Mungkin jika sebelumnya bekerja mengoperasikan komputer atau laptop, atau memegang pen untuk mencatat di buku. Di pekerjaan baru ia dihadapkan oleh pekerjaan berat, seperti mengangkat beban berat. Mau mundur?
 |
Tangan seperti ini lebih dibanggakan Rasul daripada bersih namun korupsi.
|
Kadang, sebagian orang punya idealisme sendiri tentang tipe pekerjaan apa yang ingin dijalani. Padahal sikap ini bisa membuat kita ‘sukses menganggur’ berbulan-bulan, gara-gara menunggu pekerjaan impian. Kita harus menerima dulu pekerjaan yang ada, jadi sementara angkat kasur kita dari dipan, kemudian taruh idealisme pekerjaan impian di situ. Tindih dengan berat badan kita dengan lelahnya pekerjaan non-idealisme. Capek memang, tapi kalau ikhlas, Tuhan pasti suka dengan kita.
 |
Nadi yang tadinya bercucuran darah, kemudian mengering.
|
Jika ada kesanggupan menjalankan pekerjaan utama dan sampingan secara terus-menerus (kalau pimpinan kita sudah getol mempertahankan kita), ya, jalani semampu kita, atau masih jauh dari rasa forsir.
 |
Fotonya dihitamputihkan biar merahnya tak terlihat. |
Kita ada tambahan pemasukan pekerja kantoran dan adanya pemasukan tambahan dari pekerjaan sampingan. Kita jadi tenang, tidak khawatir kalau gaji sudah mepet pada tanggal tua. Di sini kita bisa mengandalkan pemasukan dari bisnis lainnya.
0 Comment:
Posting Komentar