Saat kita berhasil menjadi penulis dengan karya yang mengagumkan, itu adalah buah dari apa yang telah kita perjuangkan; buku-buku yang kita baca, mengikuti writting class, mencoba berani menulis, menerima penolakan dari penerbit, menerima kritikan, mencoba lagi dan lagi, hingga berhasil diterbitkan, semua adalah hasil dari niat, tekad, dan usaha.
Ada seorang kawan, seorang penulis, yang karirnya moncer di dunia kepenulisan. Ia sekarang berhak untuk merasakan apa yang ia perjuangkan dari keringatnya dan pikirannya. Ia berhasil memiliki mobil dan rumah dari hasil menulis. Hasil dari banting tulangnya, sehingga ia membeli apa yang ia inginkan dengan uang hasil jerih menulis.
Namun terkadang rezeki tak memandang seberapa kerasnya kita dalam menulis. Sang Pemegang Kehendak-lah yang tetap berkuasa menentukan rezeki. Dia tak memilih siapa yang akan Dia hampiri, Dia akan memberi rezeki kepada siapapun yang Dia kehendaki.
Ketika kita mulai jenuh dengan aktivitas menulis, ingatlah masa dimana kita berjuang untuk melahirkan karya.
Ingatkah kita saat dimana trik menulis kita pelajari. Saya sendiri membaca trik menulis karya Rizem Aizid, Ipnu Rinto Nugroho, A.S. Laksana, Frans M. Royan, Bambang Trim, Gorys Keraf, Ayu Utami, dan Naning Pranoto. Semua punya jalan sendiri untuk menghasilkan sebuah tulisan. Dari pada Anda mumet, inti yang paling sederhana dari semua trik menulis adalah:
Membaca, membaca, membaca, dan menulis.
Trik di atas sudah saya terapkan. Namun itu trik saya. Trik di atas mengadopsi dari kasih sayang ibu yang tiga kali lipat dibanding kepada ayah.
 |
Harus gemar membaca dan tak kenal jenuh.
|
Hujan keraguan tak kita pedulikan, menunda makan demi melanjutkan tulisan, dan dahaga akan bacaan. Masa dimana kita berjuang demi mendapatkan apa yang kita impikan; menjadi penulis menyebarkan kebermanfaatan. Ingatlah itu semua disaat kita mulai merasakan kejenuhan dalam menulis. Ingat semua waktu yang telah kita kerahkan habis-habisan.
Ingat kembali saat seseorang berkata kepada kita, “mustahil jadi penulis!” menjadi hal yang menyulitkan mental kita untuk bergerak.
Pasti kita tidak akan pernah lupa sewaktu kita pergi ke teman-teman, pulang-pulang membawa dongkol hanya karena;
"Kamu ngaca! kok mau jadi penulis? Menulis itu harus ada kelasnya! Basic-mu apa?"
Kata-kata di atas mungkin menjadi makanan yang kita temui disetiap kita meminta pendapat ke teman-teman. Memang tidak semua teman jelek, mungkin ada yang menyemangati kita. Hal itu harus disyukuri. Karena saya sendiri waktu sebelum menghasilkan karya, saya menjumpai seseorang, ia berkata, “mana mungkin menjadi penulis, bukankah kamu basic tekhnik?” Namun waktu itu saya tidak pernah putus asa untuk terus belajar dan terus mencari bagaimana cara menulis, hingga akhirnya saya menemukan kesempatan untuk pergi ke Yogyakarta, untuk menimba ilmu langsung dengan Ipnu Rinto Nugroho, seorang penulis senior yang baik hati. Rupanya tekhnik yang diberikan tidak jauh beda, dan salah satu trik menulis yang saya dapatkan, yakni harus gemar membaca.
 |
Menulis di kafe dengan menu makanan/minuman bermacam-macam, menulis jadi asyik.
|
 |
Saya pribadi suka menulis di rumah dengan suasana sepi.
|
Sungguh sangat disayangkan, jika kita mengeluh hanya karena tak menjadi terkenal seperti Andrea Hirata atau Asma Nadia atau Dewi Lestari atau Tere Liye. Bahkan kecewa berat dengan pendapatan yang kita terima tidak sebanding dengan apa yang kita bayangkan.
Saat kita terkungkung dalam kejenuhan menulis, coba ingat-ingat kembali saat berjuang duduk dikursi dengan kurun waktu yang lama hingga panas dari suhu tubuh kita terasa di kursi karena lama duduk.
Cobalah untuk bersyukur, karena bersyukur adalah obat yang lebih manjur untuk menyembuhkan kejenuhan. Bersyukur dengan apa yang kamu hasilkan saat ini, bersyukur atas nikmat yang begitu besar yang telah Tuhan anugerahkan sepuluh jemari untuk mengetik ratusan kata di atas tuts.
Jadilah seorang penulis yang pandai bersyukur agar tak mengenal lelah untuk membuat karya master piece.
Kejenuhan menulis akan semakin mengental jika jika kita tak pandai bersyukur, rasa muak akan menyeruak banyak jika kita tidak menjalani kegiatan menulis dengan hati yang tulus.
Coba berdiri, merenggangkan badan, keluar dari rumah, menemui komunitas yang sejalur dengan kita. Taruh dulu HP kita. Tariklah nafas perlahan dan bangkitkan semangat dengan menemui atau berkomunikasi dengan yang lebih berpengalaman atau yang suka menebarkan kebermanfaatan. Saya pernah berkomunikasi dengan Pak Ahmad Tohari, penulis senior Indonesia, saat saya jenuh terhadap kegiatan menulis. Beliau memberi saran agar:
Jika ingin menjadi seorang penulis yang bisa menghasilkan karya secara kontinyu maka Anda harus mempunyai kesibukan lain.
Artinya, jadikan kegiatan menulis itu sampingan yang utama. Sampingan yang utama artinya sama dengan kita menonton TV atau Youtube atau Film demi kesenangan kita, maka jadikan kegiatan menulis sebagai kesenangan kita untuk membahagiakan jiwa. Apapun tulisannya. Entah itu tulisan yang jelek karena refleksi hati kita, entah itu tulisan (yang mendekati coretan) menuangkan kekesalan hati kita kenapa sulit untuk menulis.
 |
coretan saya dalam diary.
|
Akhir kata, semangat terus pejuang kata. Jangan ada rasa jenuh diantara kata! Eh, kita.
sangat menarik dan rekomendasi buat kalian yang cari jasa penulis
BalasHapusWih, langsung promo ya bang.
Hapusthanks bang!
Sejak kuliah saya ingin punya karya tulis. Saya pernah ikut forum FLP Jogja -beberapa tahun-, namun blm menghasilkan karya tulis yg diterbitkan. Alhamdulillah, setelah lulus kuliah, akhirnya saya bisa menghasilkan dua karya tulis berupa Laporan Proyek, dan Skripsi. Sekali lagi.., Alhamdulillah.
BalasHapusDulu saya juga pernah ikut FLP, cuma setelah itu jarang hadirnya pas jadi anggota. Hehe.
HapusSelamat atas karya tulisnya. Terus berkarya, Kakak!
Membaca dan menulis seperti dua sisi saling mengisi satu dengan lainnya, literasi dan karya akan terwujud jika konsisten tentu tipsnya.
BalasHapusYa, setuju sekali sama abang.
HapusKonsistensi adalah kunci rahasia dalam hal membuat karya. Bukan cuma dibidang literasi saja. Tapi semua bidang!