Prediksi Ramadhan 2022 atau 1443 hijriah jatuh pada tanggal 2 April 2022.
Saya bisa memastikan pengiriman paketan meningkat mendekati Ramadhan (bulan Maret) apalagi ketika hari H-nya (bulan April). Kebetulan saya bekerja pada cabang perusahaan cargo atau ekspedisi di Jember, bagian distribusi. Paketannya semuanya berasal dari perantau-perantau Malaysia. Paketannya berat-berat, paling ringan 20 kiloan. Paketan bisa membludak sampai 3 atau 4 kali lipat mendekati bulan puasa apalagi pas hari H. Peningkatan barang itu lantaran para perantau (yang notabene pengirim paketan) ingin pulang bercuti atau ingin bersedekah di kampung halaman untuk orang tua, saudara, atau orang-orang terdekat. Digadang-gadang perusahaan akan menambah armada distribusi saat bulan-bulan tersebut agar tak terjadi penumpukan barang-barang lama di gudang.
 |
Paketan di tempat saya kerja.
|
Artinya, dua bulan full ngegas terus untuk bekerja. Semoga bisa beribadah saat Ramadhan tiba.
Ini adalah sebuah catatan pengingat untuk penulis yang sedang berjuang bersama aksara di sela-sela kesibukan, JANGAN BERHENTI MENULIS, MENEBARKAN KEBERMANFAATAN KARENA HIDUP HANYA SEKALI.
Hampir semua penulis di negeri ini memiliki kesibukan lain selain jemari mereka akrab dengan tuts keyboard, kertas, dan pen.
Seperti ini gambaran dibalik tangan penulis:
 |
Dekil dan kapalan seperti ini sudah biasa.
|
 |
Legam.
|
 |
dihitamputihkan agar merahnya tak nampak.
|
 |
Bersama lautan paketan.
|
Foto-foto di atas bukan maksud untuk ujub, tapi menjawab pertanyaan,
"Kak, bagaimana caranya menulis sementara pekerjaan saya sangat padat. Pulang kerja kecapean."
Sama. Saya sebenarnya juga capai, sangat capai.
Sama seperti kawan literasi, yang sama-sama satu kota, Rizem Aizid. Karir yang Rizem miliki sebagai seorang penulis tak bisa dianggap sebelah mata. Dia pernah dinobatkan sebagai penulis top pada tahun 2012 oleh penerbit mayor, Diva Press. Sudah ratusan karya yang ia buat di jalan literasi. Diantaranya ada yang best seller hingga terjual ke luar negeri.
 |
Penghargaan bergengsi.
|
Alih-alih jemarinya menari-nari di atas keyboard atau sedang berangkulan dengan pen, rupanya Rizem juga berkebun di kebun kopi. Katanya, “pemanenan buah kopi perlu waktu tahunan. Satu tahun kalau dibantu dengan perawatan, seperti pemupukan dan penyemprotan hama. Bisa lebih dari satu tahun, bahkan bisa lebih dari itu kalau dibiarkan begitu saja tanpa perawatan.”
Tentunya selain keyboard dan pen, ujung tangannya sudah lihai memegang kendali stang motor untuk medan yang menanjak dan berlumpur (jika hujan) untuk menuju kebunnya, jemarinya yang menggenggam gagang clurit atau sabit untuk melibas semak belukar, pundaknya menopang pestisida atau sejenisnya, dengan urat derijinya ia menarik pegas penyemprotan, pastinya juga akrab dengan tanah dan lumpur serta menghadapi nyamuk-nyamuk belang-belang, Aedes Aegypti. Semua akan nikmat dan asyik apabila disyukuri. Apalagi udara segar ketika sampai di kebun, mentadaburri ciptaan Tuhan Yang Maha Esa ketika di daratan tinggi, nampak hamparan hijau pepohonan disertai semilir angin sejuk.
 |
Jalan di Pace, kediaman penulis Rizem. |
Kita harus mengakui Sang Literator Kehidupan lebih berkuasa pada jalan hidup manusia. Kita, sebagai manusia harus narimo ing pandum.
Sama halnya seperti kawan literasi asal Nganjuk, Heru Amurwabumi. Awal mengenal beliau saat mengikuti sayembara lomba dengant tema, “Cinta yang tak Terucap”. Berawal dari lomba itu, dia berkembang cepat. Mungkin kira-kira satu tahunan setelah itu dia mendapatkan penghargaan sebagai penulis pendatang terbaik versi Ubud Writers, sehingga dia diundang di acara Emerging writer Ubud Writers dan Readers Festival, di Bali. Setelah itu api semangat semakin membesar, beberapa kali karyanya dimuat dimedia-media lokal.
 |
Rendah hati, mengakui bahwa dirinya adalah buruh pabrik.
|
Sementara itu, dibalik tangan kreatifnya yang bisa menghasilkan aksara-aksara menawan, ia mengakui bahwa penghargaan dan karya-karyanya itu membuat dia lupa bahwa sebenarnya dia adalah buruh pabrik.
“Berada di atas panggung ini, sesaat membuatku lupa bahwa sebenarnya aku hanyalah seorang buruh pabrik,” Heru Amurwabumi
0 Comment:
Posting Komentar