Mei 09, 2021

Kuasai Soft Skill untuk menjadi Orang Sukses
Soft skill penting
Anda pasti pernah menjumpai teman sekolah Anda yang pintar di sekolah tetapi gagal dan tidak sukses di kehidupan masa depannya. Dan sebaliknya banyak juga anak yang tidak pintar di sekolah tetapi sukses di kehidupannya. Kenapa bisa demikian?

Tahu tidak jawabannya?

Ini tulisan agak panjang, selain berharap bisa memotivasi Anda, juga untuk diri pribadi ini. Sebab, menurut saya, kadang suatu ilmu harus ditulis demi lebih dalam pemahamannya dan kuat dalam ingatan. 

Sedikit cerita dari teman saya ketika waktu sekolah ia sangat pintar hampir di semua mata pelajaran, utamanya Matematika (mata pelajaran paling saya benci). Nilai pelajarannya mendekati hampir A semua. Tapi nyatanya, setelah lulus sekolah, teman saya bekerja dengan instansi pemerintah (maaf, tak saya sebutkan nama instansinya) sebagai pegawai administrasi selama 7 tahun dengan gaji 700 ribu per-bulan. Setelah 7 tahun, ia hengkang dari sana, mencari pekerjaan lain yang gajinya lebih besar dari sebelumnya. Akhirnya nemu, kini gajinya agak lebih besar dari sebelumnya. Tapi, kalau menurut saya, seharusnya ia bergaji bukan lebih besar dari sebelumnya, tetapi sangat besar. Mengingat kepintaran otaknya itu. Karena masa di sekolah, ia pernah dijuluki sebagai “anak ajaib”, kenapa bisa begitu? Karena saat ia di dalam kelas, kelihatannya tak memerhatikan guru mengajar di depan kelas, tapi ajaibnya bisa menjawab semua soalan yang diberikan guru. Kini, kepintarannya tinggal kenangan. Julukannya terlupakan.

Jadi, kesimpulannya, 

Ilmu dan pengetahuan bukanlah modal utama meraih kesuksesan hidup. 
Banyak orang pintar di masanya, seperti kisah teman saya itu, yang akhirnya harus menelan rasa kecewa lantaran gagal dalam pekerjaan di masa hadapan.

Akan tetapi, dari secuplik kisah teman saya di atas itu, jangan sampai ada yang berpikir bahwa “mending jadi anak yang tak pintar.” Bukan seperti itu. Pintar atau pun kurang pintar itu bukan alasan dari kesuksesan hidup di masa depan, justru besar kemungkinan kegagalan itu disebabkan minimnya soft skill yang dipunyai.

ISI INI
Di bangku sekolah kita lebih sering mempelajari secara teknis saja.

Apa itu soft skill?

Merujuk pada website www.nationalsoftskills.org, bahwa:

Research conducted by Harvard University, the Carnegie Foundation and Stanford Research Center has all concluded that 85% of job success comes from having well‐developed soft and people skills, and only 15% of job success comes from technical skills and knowledge (hard skills). These statistics were extrapolated from A Study of Engineering Education, authored by Charles Riborg Mann and published in 1918 by the Carnegie Foundation.

Artinya: penelitian yang dilakukan oleh Universitas Harvard, Yayasan Carnegie, dan Pusat Penelitian Stanford telah menyimpulkan bahwa 85% keberhasilan pekerjaan berasal dari soft skill, dan hanya 15% keberhasilan kerja berasal dari keterampilan teknis dan pengetahuan (hard skill) . Statistik ini didapatkan dari A Study of Engineering Education, yang ditulis oleh Charles Riborg Mann dan diterbitkan pada tahun 1918 oleh Carnegie Foundation.

Sederhananya, data itu menyebutkan bahwa :

Hard skill yang akan terpakai hanya sekitar 15% saja dan 85% yang dibutuhkan adalah soft skill
Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan anak-anak pintar di sekolah jadi orang yang gagal dalam pekerjaan. Sebagaimana kisah teman saya di atas. Sebab soft skill mempunyai peranan lebih besar. Sementara di bangku sekolah kita justru lebih banyak diajarkan tentang ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang sifatnya teknis.

Simple-nya, 

Hard skill ialah kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ketrampilan yang sifatnya teknis serta berhubungan dengan spesifikasi bidang tertentu.
Hard skill bisa didapatkan dari edukasi formal seperti dibangku sekolah atau perkuliahan, serta dari program lain seperti magang, pelatihan, ikut serta kelas online, program sertifikasi, dan juga training di perusahaan.

Sementara, 

Soft skill (kalau saya bahasakan dengan bahasa saya) adalah embel-embel kepribadian kita sebagai individu. Misalnya seperti kemampuan kita untuk berinteraksi dengan orang lain dan dirinya sendiri.
mengajar anak-anak
Mengajar anak kecil harus punya kesabaran (soft skill).

Seperti apa gambaran dari soft skill pada individu?

Soft skill tidak hanya dinilai dari sikap dan karakter seseorang. Soft skill juga mencakup tentang kebiasaan sehari-hari dan motivasi dalam diri.

Misalkan, seorang pegawai dengan soft skill yang baik tidak akan terbiasa datang terlambat ke tempat kerja. Mereka pasti datang tepat waktu atau malah datang lebih awal untuk menyiapkan banyak hal sebelum mulai bekerja. Selain itu, pegawai dengan soft skill yang baik punya motivasi yang jelas dalam menjalani pekerjaan sehari-harinya. Mereka punya hasrat besar untuk menapaki jenjang karir serta menyiapkan masa depan sibuk mengukir prestasi.

Pegawai jenis ini mempunyai etos kerja yang tinggi. Jauh dari keinginan bermalas-malasan dan mangkir dari pekerjaan.

Ciri-ciri orang yang tak mempunyai soft skill yang bagus adalah gampang minder. Sebab, mereka yang punya soft skill baik pasti memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Mereka mengetahui bahwa kepercayaan diri adalah bekal yang bisa merubah mereka gampang beradaptasi di lingkungan-lingkungan yang baru.

Tulisan-tulisan ini wujud pun terinsipirasi dari kisah saya sendiri dalam mengarungi bahtera di dunia literasi. Tulisan ini wujud, selain untuk bacaan untuk Anda, juga motivasi untuk diri saya. Ohya, jika Anda tak minat membaca kisah saya ini, skip saja paragraf ini. Saya sengaja buat satu paragraf dan dengan font yang berbeda. Kembali ke topik, saya tekun mempelajari ilmu tulis-menulis ini semenjak tahun 2010, akhirnya saya bisa menelurkan karya pada tahun 2017. Saya bukanlah orang yang ber-background akademisi linguistik atau ketatabahasaan, bukan pula sastra. Saya lulusan SMK. Titik. Dari tahun 2010, sampai 2016, sepanjang 6 tahun belajar terus-menerus secara otodidak dari buku-buku, di sela-sela aktivitas lainnya, anggaplah saya sedang menambah hard skill di bidang dunia kepenulisan. Tapi sayangnya selama 6 tahun itu, saya tak tahu bagaimana cara karya tulis saya terbit. Ketika itu saya menilai diri saya ini terlalu minder kalau berjumpa dengan seseorang, sementara saya merasa sudah siap dianggap penulis. Jadi intinya waktu itu saya mau dianggap sebagai penulis, tapi tak mau menampakkan diri atau tak mau berinteraksi dengan orang lain (semisal penulis atau akademisi linguistik) karena merasa minder. Beberapa kali kirim naskah via online pun tak diterima. Kemudian, terbetik ide untuk belajar langsung ke penulis Yogyakarta. Meskipun saya bisa mendapatkan ilmu tulis-menulis di Jember, kota kelahiran saya, saya pilih pergi jauh ke Yogyakarta, agar ketika rasa minder datang, saya tak bisa pulang ke rumah dengan cepat, kalau pun bisa harus pulang dengan memakan masa kurang lebih 9 jam perjalanan. Tentunya saya tak akan mengambil tindakan kurang pintar itu. Hard skill kepenulisan sudah saya pegang waktu itu, tinggal soft skill (berinteraksi dengan penulis secara langsung) yang belum saya pegang. Sesampainya di Yogyakarta, saya bertemu dengan penulis senior yang berjasa dan tak akan bisa saya lupakan sampai kapan pun, ia adalah Ipnu Rinto Noegraha, atau saya panggil dengan Mas Bro Ipnu. Rasa minder yang berlebihan berlahan-lahan hilang saat berjumpa Mas Bro Ipnu, yang rupanya humble, terbuka, rendah hati, dan murah ilmu. Intinya, rasa takutlah yang membatasi saya berkembang. Begitulah, saya melatih soft skill dengan keras.

Saat rasa minder muncul, orang yang mempunyai soft skill yang baik akan sibuk menenangkan diri. Merapal kalimat-kalimat opitimis yang bisa membuat kepercayaan diri itu muncul dan menguatkan. Yang kemudian mereka percaya diri ketika berada di lingkungan yang baru atau bertemu dengan orang yang baru ia temui.

menjaga emosi
Soft skill bisa mengatur emosi kita.

Dulu selain minderan, saya punya ego. Jadi menggarap naskah tulisan untuk menjadi buku itu secara multitasker (membuat naskah, jadi editor, jadi perancang sampul, jadi ilustrator). Segala sesuatunya saya selesaikan seorang diri. Ingin tampil sebagai seorang individu saja. Tapi akhirnya, syukurlah, kini saya merasa ada kalanya pekerjaan harus diselesaikan bersama tim.

Berkaca dari masa lalu saya ini, mempunyai soft skill yang baik bukan sekadar mampu berhubungan dengan orang-orang yang ditemui saja, tetapi kita sudah selesai dengan diri kita sendiri.

Sebab soft skill itu terbagi menjadi dua golongan, yakni interpersonal skill dan intrapersonal skill. Interpersonal skill adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain yang mencakup kemampuan memimpin, bernegosiasi, melobi, marketing dan sebagainya.

Sementara, intrapersonal skill ialah kemampuan kita memanajemen diri sendiri yang mencakup kemampuan mengolah emosi, mengatur waktu, hingga skill beradaptasi, menahan diri dari perbuatan jelek dan sebagainya.

Jadi, soft skill yang intrapersonal skill penting juga untuk dilatih. Sebab ketika masuk ke dunia kerja, kita seharusnya sudah selesai dengan diri kita sendiri. Kita sudah pintar mengatur waktu, punya kecakapan meredam emosi kita sendiri, dan memahami karakter yang kita punyai ini. Nah, kalau sudah terlatih intrapersonal kita, maka tentu tidak akan terlalu sulit untuk mengasah interpersonal skill kita.

Contoh soft skill dengan dasar komunikasi meliputi:

 Kebolehan persuasi atau ajakan (contohnya seperti kampanye)
 Kemampuan bernegosiasi atau berbicara atau kesepakatan
 Kelancaran presentasi atau penyampaian
 Berbicara di depan umum atau public speaking
 Paham atau bisa membaca body language lawan bicara
 Kecakapan memakai komunikasi non-verbal (seperti gestur tangan, intonasi nada, ekspresi wajah, dan lain sebagainya.)

Orang yang mempunyai soft skill yang baik, biasanya mempunyai pola pikir yang kritis, meliputi:

 Rasa artistik yang tinggi
 Dorongan belajar yang kuat
 Pola pikir logis
 Kemampuan problem solving atau memecahkan masalah
 Kreativitas
 Fleksibilitas
 Tingginya rasa ingin tahu
 Dan lain sebagainya

Bagaimana pendapat Anda mengenai soft skill ini? Tulis di kolom komentar ya....

Gemar menulis dan membaca dua aktivitas ini yang menjadi kendaraan saya menjadi penulis, untuk menambah kenalan di Tanah Air maupun luar negeri, yang punya passion sama dibidang literasi.

11 Comment:

  1. Aku setuju sih. Beberapa temanku yang pintar saat sekolah malah bisa di belakang teman yang biasa-biasa saja. Kalau diliat-liat soft skil yang di sini dibilang interpesonalnya emang kurang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dalam agama kita, intrapersonal itu pembentukan karakter yang baik, secara mendidik adab-adab anak-anak yang diajarkan orang tua. Setelah membaur dengan sosial, interpersonal sudah ada bekal.

      Hapus
  2. Benar sekali karena belom tentu yang pintar didalam kelas dan selalu juara kelas belom tentu dia yang sukses duluan jadi menurut artikel di atas sangat tepat dan saya sangat setuju oleh karena itu terutama saya sendiri yang baru lulus sekolah akan selalu semangat akan kata "sukses" Terimakasih atas ilmunya semoga bisa bermanfaat selalu

    BalasHapus
  3. dari dulu mau jago editing malesnya minta ampun wkwkwk jadi ya cuma bisa basic aja kagak bisa ngedesign

    BalasHapus
  4. Itu foto yg lagi ngajarin anak kecil, panjenengan kah?

    BalasHapus
  5. Betul nih...emang harus punya soft skill...

    BalasHapus

Contact

Kirim saya Email

Hubungi

ContactInfo

Secara etimologis, kata literasi (literacy)berasal dari bahasa Latin “literatus” yang artinya adalah orang yang belajar. Literasi erat hubungannya dengan proses membaca dan menulis. Namun, seiring berjalannya zaman, literasi mengalami perkembangan definisi yang baru, diantaranyaliterasi sains,literasi digital,literasi numerasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan. Khusus di website ini, membahas tentang literasi baca dan tulis atau manfaat berjejak hidup lewat kata.

Alamat:

Jln. Sunan Bonang No. 42A, Jember.

Phone:

+62 812 3254 8422