Saya sempat bertanya-tanya, apa memang di kota saya, Jember, minat beli buku kurang? Atau memang minat baca minim? Atau fasilitas bacaaan yang kurang sehingga minat baca kurang? atau harga buku apa masih dinilai mahal? Sementara banyak sekali saya temui pengamat literasi yang satu dengan lainnya sama atau beda mengenai indikasi iklim literasi yang rendah. Sementara kalau dari pengalaman pribadi, saya merasa kurangnya apresiasi dari karya-karya saya di kota kelahiran ini. Padahal, beberapa komunitas—yang menurut saya terdiri dari ratusan anggota bahkan mungkin lebih—sengaja saya masuki, demi memperkenalkan karya tulis saya.
Bukan semata untuk mendapatkan uang dari buku, sebab bagi saya mendapatkan uang banyak bukan acuan keberhasilan saya menulis.
Kehadiran saya tak melulu menjual buku, tapi siapa tahu ada beberapa orang yang minat juga di dunia literasi, syukur-syukur bisa terbentuk devisi literasi di komunitas tersebut.
Waktu itu, saya berpikir kalau ada yang membeli buku milik saya yang harganya empat puluh ribu, maka berjuta-juta kebahagiaanya saya dapatkan. Kumpulan cerpen “Hilang Setengah” adalah salah satu karya yang pernah saya pamerkan di depan beberapa komunitas tempatan, sayangnya tak ada satu pun orang diantara ratusan orang yang membeli. Tapi, nasib baiknya, ada beberapa teman yang—meskipun tidak membeli—meminjam buku karya saya tersebut dan itu saya nilai apresiasi juga. Dari mereka saya berharap dapat kritikan dan saran, itu sudah cukup. Daripada tak ada tanggapan sama sekali.
Justru karya saya tersebut, lebih banyak dibeli oleh pasar luar negeri, Malaysia. Dengan cacatan, kala itu masih tahun 2017, bisa dibilang lebih banyak pembeli Malaysia dibanding kota Jember. Padahal, harga pengiriman lebih mahal dibanding harga buku itu sendiri. Namun, setelah beberapa pengiriman, saya hentikan. Entah disebabkan oleh apa pengiriman tak sampai hingga berbulan-bulan ke Negeri Jiran. Kalau bukan pembeli tanya, mungkin saya anggap barang sudah sampai. Setelah saya tanyakan ke ekspedisi yang bersangkutan, buku yang saya kirim rupanya kembali ke gudang penyimpanan ekspedisi Jember. Adminnya waktu itu berkata, “silakan tanyakan langsung ke gudang besok hari.” Kabar ini langsung saya informasikan ke pembeli via whatsApp. Ajaibnya, pembeli tersebut tak mempermasalahkan, malah dia mengatakan akan beli lagi kalau dia sedang berkunjung di Indonesia. Tapi, sejak tahun 2017 peluncuran buku itu hingga tahun 2021 belum ada kabar. Saya pun hilang kontak dengannya. Saya juga tak bertindak dengan menanyakan kabar buku saya ke orang gudang sesuai saran admin ekspedisi waktu itu. Saya jadi malas bertanya, sebab harusnya bukan saya yang kepayahan bertanya-tanya, apa gunanya nomor telepon pengirim tertera di paket kalau bukan memberi tahu paketan bermasalah, bukan begitu?
 |
Salah satu dokumentasi resi yang masih tersimpan. Bukunya sukses diterima.
|
Apresiasi dari Malaysia bukan hanya sekedar membeli buku saja. Pada tanggal 30 September 2018, datang sebuah paket berisi hadiah dari kawan literasi di negeri seberang, dari pasangan suami istri bernama Kak Sham alias Raja Rohaisham Muhaiddin dan Bang Fandi alias Ronasina Fandi, keduanya asli penduduk Malaysia, memberi hadiah berupa alat uap pengharum ruangan dengan brand Young Living. Kehadiran alat pengharum ruangan ini yang memunculkan rasa bahagia, cukup efektif mengangkat mood sehingga proses menulis menjadi nyaman dan rileks. Salah satu bentuk dukungan mereka agar kegiatan literasi saya berlanjut, jangan kendur. Saya sangat terharu. Kebaikan mereka berdua juga akan selalu saya kenang sebagai warga Malaysia yang sangat baik menyambut saya sebagai teman bahkan melebihi teman, seperti keluarga sendiri.
Sedikit profil dari Bang Fandi. Ia adalah seorang guru sekaligus seorang aktivis LSM, sering menyuarakan aspirasi masyarakat kecil. Kritik untuk kerajaan sering diutarakan dalam bentuk lukisan karikatur yang apik. Belum lagi tulisan-tulisan beliau sering ditemui di surat kabar Malaysia. Sebuah keberuntungan besar dapat berkenalan dengan seniman dan budayawan seperti beliau.
 |
Dapat hadiah dari pegiat literasi di Malaysia.
|
Dan bentuk apresiasi dari pegiat literasi dari Malaysia tak hanya itu, kali ini saya mendapatkan hadiah yang bombastis dan saya merasa hampir tak percaya. Tepatnya kemarin, tanggal 28 Februari 2021, Minggu, saya telah menerima sebuah paket yang berisi sebuah ponsel model Vivo 1819. Alamat toko masih tertera di belakang dus box: Lot 3.24, Third Floor Podium Block Plaza Berjaya 12, Jalan Imbi 55100, Kuala Lumpur (Malaysia). Lengkap dengan glass screen protector cadangan.
 |
Lengkap dengan pelindung bumble wrap.
|
 |
Spesifikasi dan alamat toko.
|
 |
Senang tiada tara.
|
Kali ini penderma hadiah tak ingin identitasnya dipublikasikan secara luas. Dari pemberian ponsel itu, dia berharap agar saya terus semangat berliterasi.
Kebetulan pula, ponsel saya Sony Xperia ZR (keluaran tahun lama) waktu itu sedang error. Sudah lama error, semenjak pandemi masuk ke Indonesia. Kalau ada panggilan masuk atau pun memanggil kadang-kadang ada suara kadang tak ada suara. Suara tak berfungsi sama sekali ketika dibuat video call, memutar MP3, dan video. Hanya bisa chat. Itulah kenapa saya sering menolak ajakan siaran langsung di instagram oleh pegiat-pegiat literasi, dikarenakan ponsel saya bermasalah.
Ponsel yang masalah membuat saya banyak ketinggalan materi literasi yang berseliweran dari grup-grup media sosial, apalagi kalau bentuk webinar atau siaran langsung yang mengharuskan ponsel bisa mengeluarkan suara atau normal.
Nah, dengan kedatangan ponsel dari seseorang nun jauh di sana, sangat membantu sekali, mengingat keberadaan ponsel sangat penting di era digital ini.
Semoga yang memberi hadiah luar biasa ini senantiasa sehat selalu, diberi jalan rezeki yang lebar, dimudahkan segala urusan di dunia, semoga bisa meraih kedudukan tertinggi di dunia maupun di akherat kelak. Aaamiin…
Saya mustahil melupakan pemberian Anda ini. Salam literasi!
Keren artikelnya om
BalasHapusSip bro Aji. Kapan main ke rumah?
Hapussenang banget donk ya poastinya, tiba2 dapat give away.. jadi ngiri deh.. wkwk
BalasHapus*kapan ya saya kaya gitu? #ngarep
Ya, Pak Jalil cukup perbanyak literasi dan berbuat baik.
HapusIkut nimbrung, bagus gan
BalasHapusKunjungi balik
ok ok
HapusTak apa kak, meski di kota sendiri/negeri sendiri tak dapat apa2, tp kakak masih diperhatiiin sm orang jauh....
BalasHapusPerhatian di kota Jember ada kok. Utamanya wawasan. Seiring waktu berlahan-lahan harus melebarkan relasi dengan pegiat-pegiat literasi secara luas di kota Jember.
Hapus