Februari 05, 2021

Kampoeng Batja Jember
perpustakaan jember
*Tulisan ini masih belum proses swasunting, dan masih ada lanjutan yag panjang.


“Walaikumsalam,” jawab laki-laki berumur 60-an tahun, menjawab salam saya. Hari itu sama dengan hari ini, yakni Jum’at, tepatnya tanggal 8 November 2019 adalah kali pertama saya bersalam dengan pendiri Kampoeng Batja, Pak Iman Suligi.

“Saya Saad, yang kemarin telepon njenengan,” saya menjelaskan. Awal dapat informasi mengenai Pak Iman dari Pak Iswandi, yakni rekan kerja Pak Iman ketika masih bekerja di Temprina. Saat pertama kali datang ke Kampoeng Batja, ada tujuh anak SMA di halaman belakang. Kung—begitu panggilan hangatnya—mengatakan, anak-anak itu sedang menunggunya untuk meminjam angklung. Sementara Kung Iman sudah lama berkutat mencari nada do yang hilang. Beliau menduga kalau cucu yang pintar-pintar itu menyembunyikannya.

Sekarang tanggal 5 Februari 2021. Pada tulisan yang ke-85, atau setelah 455 hari atau 14 bulan mengenal Kampoeng Batja muncul keinginan untuk menulis pengalaman flash back mengenainya TBM (Taman Baca Masyarakat) yang berada di Jalan Nusa Indah tersebut.

perpustakaan jember
Kali pertama bertemu dengan Kung Iman. 

Saya sempat mengalami kesulitan menemukan alamat Kampoeng Batja waktu itu. Berdasarkan dari keterangan Pak Iswandi, Kampoeng Batja itu lokasinya di utaranya Rumah Sakit Paru, Jember. Dari gambarannya Pak Iswandi sepertinya mudah ditemukan. Tapi, akhirnya saya menepi dan mengeluarkan smartphone, di google maps pun tak terbaca pada saat saya tulis “Kampung Baca”. Kemudian saya ketik kata "Iman Suligi", mestinya ada atribut yang menyertai profilnya. Ketemu! Rupanya, ejaan hurufnya harus menggunakan ejaan lama, “Kampoeng Batja”.

Kemudian saya lanjutkan pencarian itu.

Ada gang kecil yang menghadap ke timur jalan utama, tertulis “Kampoeng Batja”. Sesampainya di dalam gang yang berupa rumah-rumah kompleks, saya masih belum menemukan tempat atau rumah atau gedung atau apa pun yang menandakan Kampoeng Batja, seperti yang tergambar di google.

Di pertigaan gang, di sudut tembok ada poster besar terpampang dua belas wajah anak kecil, dibawahnya tertulis “74 tahun Indonesia merdeka, menyiapkan generasi-generasi berkarakter yang gemar membaca. Rt 08 Rw 01 Krajan – Kampoeng Batja.”

Jam dua-an lebih sedikit. Hawa panas dan bikin haus siang itu mungkin membuat rumah kompleks itu agak sepi. Saya mencari-cari keberadaan Kampoeng Batja, hingga sampai ujung gapura selatan. Sama seperti gapura sebelumnya, gapura selatan pun tertulis “Kampoeng Batja”. Jadi saya merasa tak tersesat hanya saja belum pasti yang mana lokasi tepatnya. Kemudian saya patah balik, bertanya kepada seorang bapak-bapak yang hendak bepergian.

“Di sana,” telunjuk bapak-bapak itu mengarah ke arah timur. “Sampean lurus, nanti depan rumah ada galon air. Itu rumah anaknya Pak Iman. Parkir di depannya saja. Sampean masuk gang di belakang rumah itu.”

Saya berterima kasih kepada bapak-bapak itu. Kemudian nurut petunjuknya, saya berhenti di depan rumah yang dimaksud. Memang ada galon, dan tersedia pula gelas plastik.

“Ini kemana lagi? Mana ada gang di belakang rumah ini? Entar dikira ngapa-ngapain pula!”

Kebetulan di sebelah “rumah galon”, atau selatannya ada rumah yang pintunya terbuka. Saya ucapkan salam. Orang itu keluar, seorang laki-laki berusia 30-an tahun itu menunjuk gang disebelah rumahnya, kira-kira cukup dilalui satu motor saja. Tapi orang itu menyarankan agar Spacy saya parkir di depan rumahnya, “enggak apa, kok. Insyaa Allah, aman” katanya, yang bernamanya Mas Hary.

Awalnya kurang yakin. Tapi melihat keshalihan Mas Hary, maka saya terus lanjut masuk ke lorong gelap dengan lebar satu meteran. Atapnya sempurna menutup langit. Tidak lama kemudian terang. Ada seorang ibu-ibu berambut pendek sedang menyapu teras. “Monggo!” sahutnya ketika saya izin lewat.

Jumat itu, harinya sama seperti saya menulis tulisan ini, terkesima saat sudah di ujung utara dari gang. Buntu memang. Tapi di sana ada sebuah oase yang banjir buku-buku. Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga apa yang saya cari. Suara anak-anak SMA kala itu lirih, karena mereka jauh di taman Kampoeng Batja. Ucapan salam saya tak ada yang balas. Saya membubuhkan nama di buku kunjungan.

Setelah itu mata mulai beredar kemana-mana. Kampoeng Batja tidak hanya diisi buku-buku, namun benda antik, seperti: gramophone, mesin ketik kuno, telepon rumah, gong, wayang-wayang, dan masih banyak lainnya.

Menurut penjelasan Kung Iman, mula-mula tanah cikal bakal Kampoeng Batja hanya 120 meter persegi. Kemudian, setelah ada dana, tanah itu berkembang menjadi 400 meter, sampai akhirnya 700 meter persegi (hingga sekarang).

Jika Anda ingin membaca dengan suasana baru yang tenang dan nyaman, Kampoeng Batja tempatnya. Tempat ini sebagai alternatif menghabiskan akhir pekan yang seru dan bermanfaat. Pengunjung tidak dikenakan biaya saat masuk ke Kampoeng Batja.

perpustakaan jember
Kami dan karya biografinya (di depan).

Jangan bayangkan perpustakaan yang pengap. Kampoeng Batja keren dan nyaman.

Mau membaca di ruang inti perpustakaan dengan ratusan buku maupun di taman dengan suasana hijau alam, tinggal pilih. Ditambah lagi wifi gratis yang disediakan membuat para pengunjung betah berlama-lama di Kampoeng Batja.
Koleksi buku-buku yang dimiliki Kampoeng Batja disusun dengan sederhana berdasarkan kelompok usia dan genre. Tidak hanya ingin mengajak membaca, Kampoeng Batja juga mengajak anak-anak yang berkunjung untuk berkarya. Ada beberapa papan gambar dan kapur tulis warna yang tersedia.

perpustakaan jember
tetap produktif pada usia senja.

Tersedianya ruang seni, taman kecil, dan mainan-mainan yang mengasah tumbuh kembang anak membuat pengunjung bisa mendapatkan manfaat yang sangat banyak saat datang ke perpustakaan satu ini.

Manfaat yang banyak setelah kenal 455 hari dengan Kampoeng Batja, dari sana saya menghasilkan 3 buku, yakni biografi Kung Iman sendiri, dengan judul “Koeng: Meniti Jalan Literasi”, kumpulan cerpen “Gugusan Mimpi Pemuda Negeri”, dan ada satu karya yang harus saya rahasiakan.

14 bulan, 3 karya.
Kampoeng Batja rekomendasi untuk semua penulis jika ingin mendapatkan inspirasi dan ide. Desain interiornya sangat homey dan nyaman. Saya saja merasa seperti berada di rumah sendiri. Sumber referensi dari buku banyak, ditambah lagi ada wifi, sehingga bisa mencari rerefensi online.

Gemar menulis dan membaca dua aktivitas ini yang menjadi kendaraan saya menjadi penulis, untuk menambah kenalan di Tanah Air maupun luar negeri, yang punya passion sama dibidang literasi.

0 Comment:

Posting Komentar

Contact

Kirim saya Email

Hubungi

ContactInfo

Secara etimologis, kata literasi (literacy)berasal dari bahasa Latin “literatus” yang artinya adalah orang yang belajar. Literasi erat hubungannya dengan proses membaca dan menulis. Namun, seiring berjalannya zaman, literasi mengalami perkembangan definisi yang baru, diantaranyaliterasi sains,literasi digital,literasi numerasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan. Khusus di website ini, membahas tentang literasi baca dan tulis atau manfaat berjejak hidup lewat kata.

Alamat:

Jln. Sunan Bonang No. 42A, Jember.

Phone:

+62 812 3254 8422

Email:

admin@mediapamungkas.com