Manusia diciptakan Sang Khaliq dengan perangai yang berbeda-beda. Bahkan, semirip apa pun saudara kembar, mesti ada perbedaan wataknya. Menciptakan karakter menjadi lebih baik tidaklah sulit, tapi juga tidak mudah.
Terkadang selama proses mencari jati diri, seorang mesti menyangkal kepribadiannya.
Umumnya dikarenakan merasa dirinya tidak lebih baik dari orang lain. Oleh karena itu seseorang harus belajar menerima dirinya dengan karakter yang memang menurutnya kurang bagus itu.
Sebagaimana saya pribadi, kadang saya merasa ada kelebihan yang menguntungkan yang saya lihat pada seorang teman saya. Sehingga dia mempunyai banyak teman atau jaringan. Saya sulit dan lelah saat mencoba menirunya. Tapi disisi lain, ketika ngobrol dengan saya, teman saya tersebut diam-diam ingin seperti saya. Menurutnya, hobi menulis sulit dibentuk dan dia ingin sekali mempunyai teman-teman literasi seperti saya. “Tapi bingung aku ate bahas opo lek ngobrol ambek wong-wong iku…” begitu akunya, dengan logat Pendhalungan.
Dari pengakuan teman di atas, saya dapat memetik pesan bahwa dengan menerima dan sangat mengakui terhadap diri sendiri, seseorang berangsur-angsur akan menerima dirinya untuk menilai kepribadiannya yang beda dalam arti yang luar biasa dan dirinya akhirnya pandai bersyukur.
Kebanyakan orang umumnya memikirkan kepribadian dalam hal perbedaan yang bisa kita lihat. Misal seperti si A sangat baik hati tapi cerewet, si B nakal tapi menyenangkan, sementara si C culun tapi rapi dan teratur. Kalau kita hanya berfokus kepada yang bisa diamati, maka tidak banyak yang kita tahu tentang dasar kepribadiannya.
Kenyataan, setiap manusia tercipta dengan kepribadian yang berbeda-beda.
Setiap kepribadian memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, oleh karena itu kita tidak bisa menilai seseorang dengan rendah atau menyepelekan. Karena setiap manusia memiliki ukuran dimana ia mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Dengan mengakui kepribadian maka kita akan menjadi pribadi yang terbaik untuk diri kita sendiri dengan memperbaiki kekurangan dan memaksimalkan potensi-potensi yang dimiliki. Saya jadi ingat pesan bos JPI Cargo kepada saya ketika awal-awal hendak bekerja di perusahaannya: “Kamu di sini harus mempelajari karakter rekan-rekanmu. Setelah itu terimalah karakter-karakter yang bagimu menyenangkan atau sebaliknya,” begitu salah satu diantara banyak pesannya. Sementara saya melihat bahwa bos adalah orang yang memiliki etos kerja baik dan penuh etika karena pernah menimba ilmu di Jepang.
Saya akhirnya tahu bahwa dengan bisa menerima diri sendiri dengan kelebihan dan kekurangan itu bermanfaat, setidaknya tiga yang saya ambil manfaatnya, diantaranya:
CINTA DENGANG KEAHLIAN KITA
Kita akan dapat mengetahui kepribadiaan diri kita. Bahkan bisa mengetahui jenis pekerjaan yang sesuai dengan kepribadian dan karakter, sehingga bisa melakukan pekerjaan dengan senang hati. Sebagaimana saya suka menulis, sementara teman saya jago utak-atik mesin atau otomotif. Keahlian teman keren, dan keahlian saya sama kerennya.
LEBIH HORMAT KEPADA ORANG LAIN
 |
Memahami kekurangan orang lain adalah kekuatan untuk kerja sama. |
Dengan bisa mengetahui kepribadian diri, maka kita akan bersikap hormat kepada individu lainnya. Sebab kita menerima dengan ikhlas kekurangan diri maka akan bisa bertoleransi terhadap kelemahan dan kelebihan orang lain. Bagaimana pun saya akan bertanya kepada teman saya yang jago mesin ketika ada kendala pada kendaraan saya. Pun sebaliknya, teman saya akan bertanya mengenai EYD atau PUEBI yang sebenarnya sedikit saya kuasai.
BISA UPGRADE DIRI LEBIH BAIK
Menerima diri kita dengan kelebihan dan kekurangan akan berpeluang dapat membaca kelemahan dan kelebihan diri sehingga kita bisa terus memperbaiki kelemahan kita dan terus meningkatkan potensi kita.
Bahkan, ketika seorang penulis menulis dengan gayanya sendiri, maka penulis itu bisa menemukan jati dirinya lewat tulisannya. Seperti yang dikutip dari Leila S. Chudori (penulis Indonesia), menurutnya dalam mendalami karakter menulis, penulis harus menekankan pada dirinya untuk mengenali karakter tulisan mereka. Karena masing-masing penulis memiliki gayanya sendiri-sendiri. Kita—dalam hal ini penulis—harus mendalami karakter pribadi, kita harus terus menulis dan menulis.
Proses yang berterus-terusan ini selain mengasah kemampuan, sekaligus menemukan jati diri dalam tulisan kita.
Sebagaimana antara kedua penulis Eka Kurniawan dan Ayu Utami, meskipun keduanya berani memakai bahasa atau kata-kata yang sangat vulgar, tapi kevulgarannya berbeda. Dan sama halnya dengan Ahmad Tohari dan Tere Liye yang selalu memakai gaya bahasa yang sederhana, akan tetapi kesederhanaannya pada kedua penulis tersebut berbeda.
 |
Karakter memulis yang berbeda antara dua penulis ini.
|
Mungkin banyak orang yang lebih suka dengan bahasa yang dibawakan oleh Tere Liye, indikasinya terlihat begitu banyak quotes Tere Liye berhamburan di medsos yang sering dikutip dipakai untuk status. Akan tetapi saya lebih jatuh hati kepada tulisan Ahmad Tohari. Memang tidak dipungkiri, kedua-duanya sangat ciamik dalam hal menulis, tapi satu diantara dua pastinya ada yang lebih disuka gaya tulisannya oleh pembacanya.
Sekian, terima kasih sudah membaca!
0 Comment:
Posting Komentar