Dapat informasi dari facebook melalui platform salah satu komunitas Jember, bahwa kemarin (8/1/2020) telah terjadi kecelakaan yang menewaskan 3 orang setelah motor yang dikendarai terjatuh akibat terperosok jalan berlubang. Begitu terjatuh, motor dan ketiga korban ditabrak truk tronton arah berlawanan. Kejadiaan malang itu terjadi di Jalan Raya jalur Jember-Lumajang, Kecamatan Sumberbaru, Jember.
Banyak yang menanggapi kejadiaan naas tersebut di akun komunitas tersebut. Diantaranya menyalahkan pemerintah setempat, menyarankan agar lebih hati-hati, berharap dengan pemimpin baru, dan lain-lain sebagainya.
 |
Air yang menggenang (dok. pribadi) |
Pada awal tahun ini curah hujan memang masih terbilang sering. Kekerapannya membuat aspal-aspal berlubang sehingga menjadi momok yang berbahaya bagi pengendara. Jalan berlubang ditambah lagi tergenang air adalah salah satu faktor yang berbahaya. Tapi, selain itu, ada yang lebih berbahaya dibanding lubang yang bergeming atau tak bergerak itu, yakni pengendara yang tak hati-hati atau ugal-ugalan.
Boleh di kata, bukan hanya di kota Jember saja, Indonesia sebenarnya sedang darurat kesadaran di jalan raya.
Tepat pula pada kemarin hari, saya berhasil mengabadikan wajah lalu lintas kota kecil ini. Tepatnya di perempatan lampu lalu-lintas Tegal Besar. Saya sudah menyangka di lampu lalu-lintas itu bakal ada pelanggaran, meskipun saya juga tak menantinya, apatah lagi mengharapkannya. Hanya orang picik yang punya pikiran seperti itu. Ini karena saya sering sekali menjumpai praktik tak patuh pada peraturan di perempatan Tegal Besar itu. Ada yang hampir celaka maupun sudah celaka yang saya temui di sana.
Biar saya jelaskan bagaimana saya bisa mengabadikannya. Saya jelaskan biar tak ada yang salah paham bahwa saya telah melakukan kecerobohan di jalan raya dengan “memamerkan gadget”. Awal mula dari rumah sudah terencana untuk meletakkan HP di bagian tas selempang dengan posisi mata camera yang siap shoot. Dengan teknik tertentu pengambilan gambar ini saya pastikan aman dari tangan jambret, sebagaimana kita ketahui jambret bisa merampas HP kita sewaktu-waktu karena menang dikesempatan, karena mereka sudah diposisi yang siap atau berada di atas motor dan sulit mengejar kalau berlawan arah. Saya menunggu momen agak jauh dari traffic light. Baru bergerak ketika lampu hijau hendak berubah menjadi merah sehingga saya ada kesempatan waktu yang cukup banyak atau tak terburu-buru untuk mengambil gambar.
Tak dinyana, pada “cekrik” pertama saya langsung dapat momen ketika pelanggaran lalu lintas terjadi. Sebagaimana pada gambar di bawah ini,
 |
Pelanggaran lalin. (dok.pribadi)
|
Nampak dari gambar di atas ini ada pengendara motor warna hitam dari arah timur menyeberang ke arah utara, jelas sekali melanggar peraturan lalu lintas. Padahal lajur yang seharusnya punya hak berjalan itu ada di lajur selatan atau giliran kendaraan dari arah Perumahan Tegal Besar Permai 1 tersebut. Warga yang sering melanggar ini, mungkin menganggap lajur lampu merah di perumahan itu sepi, tak seperti lainnya. Makanya sering terjadi pelanggaran, dan sering pula mencelakakan orang lain. Tentunya orang yang patuh lalu lintas kalau melihat kejadian itu menjadi gerah dan was-was juga.
Sudah jadi rahasia umum, jalan raya di negeri kita ini bak rimba belantara, semua layaknya seperti singa atau ingin menang sendiri. Sudah jamak kita lihat, contohnya seperti melawan arah, saling terabas, berkendara tanpa helm, dua pengendara ngobrol santai tanpa memedulikan pengendara lain di sekitar mereka, berondongan klakson, membuang ludah tanpa berhenti dan lain sebagainya. Itu adalah contoh-contoh nyata di dalam kehidupan berlalu lintas di negeri kita ini. Perbuatan tercela itu dilakukan saban hari. Iya, kan?
Tidak di kota besar maupun di kota kecil, tidak di pusat kota atau pelosok daerah, perilaku pengendara ugal-ugalan masih kita jumpai. Anehnya pelakunya tak malu untuk melanggar peraturan lalu lintas. Kira-kira rasa malunya ditaruh dimana?
Melihat begitu banyaknya para pengendara melakukan pelanggaran lalu lintas, pertanyaanya adalah apa yang menyebabkan kesadaran pengendara di Indonesia begitu minim? sehingga peraturan lalu lintas yang seharusnya dipatuhi sebagai suatu hukum dan aturan yang berguna bagi kebaikan dan kemanfaatan bersama, tidak diacuhkan secara terang-terangan, seakan perbuatan itu sah-sah saja dilakukan.
Di Malaysia dan Singapur, dua negara ini menjadi negeri perantauan yang paling dekat dari Indonesia. Saya sempat merantau di Malaysia selama 4 tahun, dan sempat ngintip bagaimana negara “Seribu Larangan” alias Singapur. Banyak sekali saya temui orang-orang Indonesia di sana. Termasuk orang Jember. Hebatnya, ketika di tempat perantauan, para perantau dari Indonesia ketika berada di lampu lalu lintas, mereka benar-benar berhenti dan tak melebihi batas penanda jalan raya. Benar-benar taat. Jika memang mereka lakukan karena ada CCTV, bukankah di traffict light Tegal Besar—ataupun di tempat lain—ada juga CCTV menangkel di atasnya. Menyorot empat jalur pula.
Ketika seorang teman saya yang berasal dari negeri seberang mengungkapkan keinginannya untuk pergi ke kampung saya, Jember, kadang yang membuat saya tidak enak itu kalau dia tahu semrawutnya jalan raya ini. Saya yang bakalan malu. Karena teman saya jenis orang yang suka keheningan, kedamaian, dan keindahan. Ia terpesona oleh Papuma, Watu Ulo, dan Teluk Cinta yang dia lihat di layar laptopnya. Sebelum teman saya sampai di kota saya ini, mudah-mudahan pengendara menjadi santun-santun, jalan-jalan berlubang sudah dibaiki, dan sampah-sampah di tempat wisata musnah. Entah bagaimana keajaiban itu datang.
Diperlukan upaya bersama dari seluruh elemen bangsa untuk bahu-membahu menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat pengguna jalan raya, mengenai pentingnya taat aturan berlalu lintas. Tentu dengan mengedepankan pemahaman yang utuh tentang baik dan buruknya kalau kita tak mematuhi peraturan di jalan raya.
Daerah kota saja yg sudah banyak polisi berjaga banyak pelanggaran, apalagi daerah pinggiran. 🤔
BalasHapusKet ndisik ya, Mas.
HapusDaerah kota saja yg sudah banyak polisi berjaga banyak pelanggaran, apalagi daerah pinggiran. 🤔
BalasHapusYa, begitu mas. Kita kapan jadi negara yang santun dan ramah, di jalan raya saja seperti raja rimba semua.
HapusMudah-mudahan ke depan keajaiban datang.