Memang tak dipungkiri lagi, semakin ke sini dan semakin berumurnya Bumi, kita semakin paham bahwa makin banyak hal baru yang bermunculan. Yang dulunya seperti aneh, sekarang terlihat umum.
Contohnya kata “siap”.
Kenapa kata “siap” sering kali mewarnai hidup, ya? Apalagi saat chat, balas komentar, bahkan tak nyambung pun dibilang “siap” juga.
Baru-baru ini ada kenalan saya meng-upload video kreasinya di instagram. Videonya bagus sekali. Kemudian saya menulis di kolom komentar di bawah video tersebut, “Wah, bagus sekali videonya!”
Tak selang lama kemudian, dia membalas, “siap!”
Kalau disimak lagi obrolan chatting-an ini, jawabannya kurang tepat kalau kalau dibalas dengan “siap!” paling pas itu dijawab dengan ucapan “terima kasih” atau ungkapan berterima kasih sejenisnya, karena saya sudah memuji video kreasinya tersebut.
Jika lebih kritis (tapi bawa santai saja ya) dengan melongok KKBI punya kemdikbud arti “siap” secara terperinci seperti berikut ini:
Si.ap
1. v sudah disediakan (tinggal memakai atau menggunakan saja); sudah sedia: makanan sudah --; segala alat perkakasnya sudah -- semuanya
2. v sudah selesai (dibuat atau dikerjakan): akhir bulan ini gedung itu -- semuanya; rumah makan buat pekerja sudah hampir --
3. v sudah bersedia (untuk): anak-anak kita sudah -- untuk menempuh ujian; Tentara Nasional Indonesia -- sedia menghadapi segala kemungkinan
4. v (dalam aba-aba berarti) berdiri tegak dan mengambil sikap pada waktu berbaris: --! maju jalan!
5. v jaga baik-baik: kedengaran bunyi kentungan dan teriakan “--!”
6. v Olr aba-aba atau seruan kepada para pelari dan sebagainya bahwa pemberangkatan akan segera dimulai (dalam perlombaan lari atau jalan kaki)
Banyak sekali obrolan chat, komentar di medsos, menggunakan kata “siap”.
Awal mula sering mendengar kata “siap” ini ketika saya merantau di Kota Gudeg, tahun 2017. Saya serasa dimuliakan, karena seperti jendral mendadak, apa pun yang terlontar pada teman saya mesti ada kata “siap” ini. Contoh obrolannya seperti ini:
“Eh, aku ingin ke sana siang nanti, bagaimana…” kata saya, terputus belum habis ngomong.
“Siap!” sahut teman saya, memotong.
“…bagaimana kalau kita ke sana bareng?” sambung saya.
“Siap!”
Jadi, semenjak belum ngomong teman saya ini sudah siap dalam segi apa pun, kayaknya begitu. Tapi rupanya tidak hanya teman saya, banyak orang sekeliling bahkan saudara saya memakai kata "siap" itu. Itu pada waktu tahun 2017. Pada tahun tersebut dan tahun ke bawahnya, kata “siap” saya anggap sebagai istilah bahasa aparat, seperti polisi dan tentara. Kini tahun beralih 2021, kata “siap” sudah blusuk ke dalam bahasa sehari-hari warga sipil. Sudah umum menggantikan kata “OK”, “Baik”, “Iya”, “Betul”, “Benar”, dan semacamnya. Saya sendiri sudah terbiasa mendengar atau pun membacanya.
Bisa jadi anak saya yang berumur hampir dua tahun ini tak akan merasa aneh dengan kata “siap” sebagai salah satu kata komunikasi, kelak ketika dia sudah bisa ngomong bersama teman-temannya. Sebab indikasi itu bisa saya lihat dari isi chat group sekolah punya keponakan saya seperti di bawah ini:
 |
Isi chat group sekolah keponakan saya. "SIAP" |
Di masa depan, selama manusia di panggung dunia ini, pasti ada kata-kata atau terminologi baru yang lahir dan mungkin akan ada lagi pergeseran makna suatu kata.
Harus apdet biar enggak kaget
Sekarang mam malah lebih ngtrend lagi kalimatnya:
BalasHapusAshiyapp.. 😂😂😁
Hahaha. Membingungkan ya!
Hapus