Outline artinya kerangka. Tanpa kerangka, sebuah karya tulis tak akan berdiri. Ia bisa diibaratkan seperti tulang pada makhluk hidup. Jadi, kerangka yang baik, akan mengantarkan sebuah tulisan dengan baik pula.
Menurut sahabat literasi saya, Ipnu Rinto Nugroho, mengatakan
"Outline itu semacam kerangka naskah, dari bab satu sampai terakhir, bahkan sampai ke referensi buku yang akan kita pakai."
Secara sederhana, outline atau kerangka tulisan itu seperti daftar isi yang fleksibel. Fleksibel karena memuat kerunutan konten tulisan yang bisa digubah sewaktu-waktu oleh gagasan-gagasan dalam sekilas pandang. Tapi pengibaratan ini harus tepat seperti itu, karena outline dengan daftar isi (dalam fungsi sebenarnya) berbeda sekali. Sebab kalau kita menganggap daftar isi itu sama dengan outline maka kita akan terikat kuat oleh judul yang telah tersemat di daftar isi.
Saya sendiri tidak bisa menetapkan point bab di daftar isi. Daftar isi cenderung akan berubah ikut dengan outline atau kerangka yang mengembang.
Jadi, apa akibatnya kalau karya tulis tidak memakai outline dalam penggarapannya? Simak tulisan berikut ini, diambil dari pengalaman pribadi:
Kesasar kronologis
Saat saya menggarap buku “Koeng: Meniti Jalan Literasi”, saya menganggap penggarapannya mudah karena sang tokoh yang ditulis seorang pensiunan dosen dan guru, jadi memiliki waktu yang banyak, ditambah lagi beliau ramah jadi semakin memudahkan saya. Outline penggarapan buku founder Kampoeng Batja itu saya bagi beberapa fase; SD, SMP, SMA, kuliah, kerja, membangun perpustakaan. Setelah jadi, Kung Iman memberi tahu kalau ada yang salah secara kronologis pada fase kerja. Dari pengalaman ini saya jadi paham bahwa pada setiap fase masih terbagi oleh fase-fase lebih kecil lagi. Dari pengalaman ini pula saya menjadi tahu kegunaan outline yang baik itu akan menjamin tulisan yang ditulis bersifat konseptual dan terarah.
Melebar ke mana-mana
Menulis dan berbicara memiliki tujuan yang sama, yakni menyampaikan pesan. Akan tetapi perbedaan yang mencolok antara keduanya adalah keteraturan. Saat menulis, ide-ide yang ingin kita sampaikan harus benar-benar tersusun rapi. Di sinilah kita memerlukan outline sebagai “peta”. Pada saat jemari saya di atas tuts keyboard, tiba-tiba saya mendapatkan ide untuk menulis, tapi ide tersebut masih berantakan di dalam pikiran saya. Untuk benar-benar menata ide tersebut, saya harus menulis garis besarnya.
Jika kita cermati, susunan kata saat menulis dan berbicara sangatlah berbeda. Saat berbicara kita bisa mengucapkan kata apa saja. Kalau di Jawa kadang-kadang saat berdialog keluar kata “anu”. Misal:
“Outline itu anu, seperti kerangka. Ya, kerangka itu…”
Atau yang sering itu kata jeda untuk berpikir, seperti “em…” atau “e…” (dan sejenisnya). Misal:
“Outline itu, em…ya, seperti kerangka. Ia akan berfungsi apabila em…”
Dari contoh di atas, berbicara bisa langsung dikoreksi atau kalau ada kata kurang jelas maka bisa ditanyakan secara langsung. Keseringan pembicaraan melebar ke mana-mana. Sedangkan menulis sebaliknya. Kata-kata yang kita gunakan harus tersusun rapi. Agar tulisan tidak meluber ke mana-mana, sebaiknya outline harus digunakan.
Buntu atau Writer’s Block
Kalau kita mengacuhkan keberadaaan outline, kita akan menemukan jalan buntu saat proses menulis berlangsung. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, outline itu seperti “peta”. Kita tak akan tersesat di jalan buntu karena kita sudah menulis dari awal sampai akhirnya “petanya”. Dengan begini, kita tidak akan kehabisan ide untuk cerita selanjutnya. Setiap kali bingung hendak menulis apa, kita tinggal lihat lagi outline dan kita bakal langsung tahu harus mulai jalan ke bagian mana.
Topik jadi Rangkap
Jika kita tak menggunakan outline, kemungkinan kita akan menulis ulang topik yang sama. Penulis bisa jadi tidak sadar bahwa topik yang sama telah ditulis lagi, dan fatalnya lagi tidak sama dengan yang ditulis pada bagian awal, atau bahkan bertentangan satu sama lain.
Itulah 4 fungsi outline diambil dari pengalaman pribadi. Kalau Anda menambahkan, sila di kolom komentar.
Semoga bermanfat.
0 Comment:
Posting Komentar