Suatu hari, ada perbincangan asyik antara saya dan teman mengenai seni lukis dan seputarnya. Anwar Sadat, nama teman saya itu. Di ruangannya yang memiliki dimensi 2 x 2 terdapat lukisan dengan aliran-aliran yang berbeda-beda tertuang di kertas gambar. Ruangan atau bangunan itu terpisah dengan tempat tinggalnya. Dia menyewa ruangang mungil itu khusus untuk ruang dirinya berkarya. Layaknya ruang pameran seni yang menunggu waktu di-launching saja.
“Aliran apa saja yang sampean bikin ini, Mas?” tanya saya. Memang kalau dilihat dari arsiran dan karakter lukisan, berbeda-beda. Ada yang tegas, ada yang lembut, ada abstrak, ada yang bak objek nyata, ada yang simple, dan entah apa sebutannya. Pengetahuan mengenai lukis-melukis masih minim saya ketahui. Yang saya tahu dua aliran saja: realis dan surealis, intinya real dan aneh. Itu saja.
“Em… ada sebagian yang aku tahu alirannya, tapi sebagian besar masih banyak yang belum kuketahui alirannya,” jawab teman saya.
“Loh, kok bisa enggak tahu, Mas?” tanya saya.
“Ya. Lukisan-lukisan yang belum aku tahu aliran ini, kuserahkan ke opini dan persepsi penikmat lukisan yang ngelihat. Makanya kadang aku upload di IG. Ada yang komentar, dan menilai, ada yang sekedar like aja. Ya, ke depan harusnya aku kudu tahu mengetahui basic knowledge tentang aliran seni lukis yang kubuat ini. Sebab, ada sebelum kamu yang tanya di medsos tentang aliran, untungnya pas bisa aku jawab."
"...Itulah pentingnya menguasai teori, agar orang lain bisa memahami, untuk kemudian dipraktikkan.”
Begitulah pengakuan pria yang berusia 40-an itu. Dari perbincangan di atas ini, sebenarnya sama dengan saya pada bidang literasi. Kadang saya tahu pada suatu kalimat memiliki unsur gaya bahasa tertentu, tapi secara definit kurang mengerti namanya atau sudah tahu tapi kadang lupa.
Sebagai contoh pada kalimat di bawah ini:
“Ruang kerja Anwar Sadat bak ruang pameran lukisan”.
Kalimat pendek di atas ini, saya paham ada gaya bahaya tertentu yang dipakai, tapi lupa namanya. Setelah menyibak buku PUEBI untuk mencari definisi kandungan pada kalimat di atas, rupanya kalimat di atas mengandung majas simile. Indikatornya ada kata “bak”.
Ciri-ciri kalimat yang mengandung majas simile yaitu ada kata-kata penghubung diantaranya bak, seperti, umpama, bagaikan, bagai, ibarat, layaknya, semacam dan lain-lain yang merupakan kata pembanding.
Sifat dari majas ini eksplisit (gamblang dan jelas). Berikut ini saya beri contoh kalimat yang mengandung kalimat simile dengan tema terbaru yang telah terjadi di negeri ini:
1. Pandemi virus corona, bukan hanya menyerang imun manusia, ia bak wabah yang mendorong orang masuk ke dalam jurang kesulitan yang ekstrim. Sudah tidak terhitung banyak perusahaan telah meng-PHK karyawannya.
2. Pemerintah Indonesia menggelar doa untuk menghadapi wabah virus corona (Covid-19) yang disampaikan enam tokoh agama. Berharap doa bersama ini menjadi semacam senjata ampuh mematikan wabah mengerikan ini.
3. Jangan samakan negeri ini seperti Finlandia yang memang dasarnya mereka cinta membaca, kecuali ayo kita bangun bersama, berharap bisa lebih dari negeri Finlandia.
4. PSBB yang mengukungku di rumah, membuat aku ingin seperti burung yang terbang bebas kemana pun ia mau. Aku iri sekali dengan burung.
5. Anwar Sadat terus berkarya. Seolah seperti dia akan hidup selamanya.
6. Ada beberapa pihak mengkritik pemerintahan yang dinilai seperti siput dalam mengatasi pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air sejak Maret 2020 lalu.
7. Layaknya penjahat sadis yang tak terlihat, wabah virus corona telah menewaskan setidaknya 17 ribu warga Indonesia dan membuat sekitar 2,6 juta orang kehilangan lapangan pekerjaan.
8. Deddy Corbuzier bak mendengar petir di siang hari ketika mendengar kabar Syekh Ali Jaber meninggal dunia, sebab ulama itu pernah diajak rekaman podcast bersama.
Demikian 8 contoh majas simile dalam kalimat. Semoga dengan adanya ulasan ini, selain sebagai media pengingat pribadi, juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca semua, terima kasih banyak atas kunjungannya.
Mantap
BalasHapusTerima kasih....
Hapus