Desember 16, 2020

Singkirkan EYD dan PUEBI
Apa-itu-Bagaimana-cara-Berita-Film/TV-Series-Kepergian-Tokoh-Lirik-Lagu-Penelusuran-Terpopuler-Resep-Siapa
“Jangan pake EYD atau PUEBI kalau km pengen jadi penulis!!!”
Siapa yang bilang kata-kata di atas? Kok ngawur! Tulisannya juga tidak memakai kaidah-kaidah kebahasaindonesiaan yang benar. 

Jawabannya adalah saya. 

Biar saya jelaskan apa maksud "kata-kata ngawur" saya di atas. Sebelum saya jawab, mari simak tulisan pembuka berupa pengalaman pribadi proses mendapatkan jalan untuk berani menulis kemudian menciptakan karya tulis. Baca sampai habis, biar tidak salah paham.

Tak dapat dipungkiri bahwa dari membaca semua orang memiliki pemikiran yang luas. Itu terjadi kepada saya juga. Bagaimana tidak, saya bisa mengetahui berbagai informasi dan dapat menilai suatu kondisi dari berbagai sudut pandang. Jadi, tidak lagi menilai sesuatu secara sempit. 

Sebelum saya berani untuk menulis karya tulis dan masih minim sekali karya-karya tulis saya, justru yang membakar semangat saya untuk lanjut menulis adalah dari buku bertema kiat menulis, salah satu judulnya adalah “Melejitkan Otak lewat Gaya Menulis Bebas (Freewriting)”, terbitan tahun 2011, oleh penerbit Elex Media Komputindo. Buku ini sempat pernah dipinjam oleh teman yang ingin bisa menulis juga. Saat dipinjam itu saya cemas dalam penantian kembalinya buku tersebut.
“Mudah-mudahan yang minjem inget kalau buku itu punya orang.” 
Buku itu termasuk buku favorit yang sering saya baca. Saya bersyukur, buku itu kembali tanpa ditunda-tunda ketika saya meminta balik. Dari buku itu saya mendapatkan tips menulis di awal-awal halaman, langsung saja pikiran saya semakin terbuka: “Wah. Baru tahu kalau ingin menjadi penulis seperti ini. Aneh, tapi masuk akal dan mudah.” 

daftar-buku-best-seller-lokal-internasional-mei-2020
Metode menulis dalam buku ini saya terapkan.

Di dalam buku itu disebutkan bahwa ada dua gaya menulis, yang pertama adalah gaya menulis “formal”. Yang kedua adalah gaya menulis “bebas”. Kalau menggunakan penulisan formal, maka kita harus memikirkan dengan baik apa yang harus ditulis, format tulisannya, penempatannya, titik-koma, pemilihan suku kata, referensi-referensi, dan kebutuhan teknis lainnya. 

Lawan dari gaya menulis formal adalah gaya menulis bebas, atau istilah lainnya disebut freewriting. Intinya, semua kegiatan menulis yang kita lakukan kebalikan dari menulis formal itu. Kita bebas-lepas dari kaidah kebahasaindonesiaan, apapun yang terlintas dalam otak ditulis, tanpa harus pening dengan pemilihan kosakata, penempatan tanda-tanda baca seperti titik-koma, dan tak terikat oleh tema tertentu. Apa pun yang ada di pikiran kita, kalau bisa “dimuntahkan habis” dalam bentuk tulisan. Karena menggunakan pendekatan “menulis apa pun yang terlintas di otak” maka gaya freewriting ini biasa disebut dengan istilah prewriting, diembel-embeli “pre” karena tulisan itu masih mentah, perlu diolah lagi agar lebih enak dibaca. 

Misal, ketika kita berada di halte menunggu angkot lewat, termangu menunggu lama, maka apapun yang terlintas di otak kita, entah sedang membayangkan bisa dijemput seseorang dengan naik mobil mewah, seperti Lamborghini, Ferrari, Bugatti, “Ah, bisa naik saja sudah untung!” Fantasi-fantasi itu lebih baik dituangkan dalam bentuk tulisan. Merasa tidak percaya diri dengan tulisan itu? Jangan khawatir, sebab nanti kita akan mengenal bagaimana “membumbui” tulisan itu agar “tampak sedap” dan layak dinikmati oleh orang lain. 

Freewriting adalah proses menulis tanpa henti, tanpa proses editing, tanpa cemas tentang penggunaan kosakata atau tanda baca, tanpa berpikir serius, dan dilakukan dalam kondisi santai. 

Apa-itu-Bagaimana-cara-Berita-Film/TV-Series-Kepergian-Tokoh-Lirik-Lagu-Penelusuran-Terpopuler-Resep-Siapa
Seperti ini tampilan tulisan freewriting yang pernah saya terapkan.

saad-pamungkas
Satu baris ada dua lajur tulisan. Ditulis tanpa harus berpikir EYD/PUEBI

Jadi menulis gaya freewriting, cara ngawur dari buku rujukan si Saad?

Bukan! Masih di dalam buku “Melejitkan Otak lewat Gaya Menulis Bebas (Freewriting)” pada halaman 3 dijelaskan bahwa salah satu penemu ilmu freewriting adalah seorang profesor dari universitas Massachusetts yang berdomisili di kota kecil bernama Amherst, daerah Hampshire County, di Amerika Serikat. Nama profesor itu adalah Peter Elbow. Awal dia menciptakan metode menulis “bebas” ini diawali dengan pengalamannya sendiri yang unik. Ia sebenarnya adalah murid yang cerdas. Penulis buku berjudul “Writing Without Teachers” itu menceritakan bahwa ketika sekolah di Proctor Academy dan William College, dia termasuk anak cerdas dan sukses di sekolahnya, mengungguli anak-anak lainnya. Namun ketika sekolah di Universitas Oxford, “bencana” mulai menjemput pelan-pelan ia menyadari, setelah kuliah di situ, bahwa ia menjadi merasa sangat kesulitan menulis esai dan tugas-tugas yang diberikan oleh para pengajarnya. Hambatan menulis ini akhirnya menekan dirinya sehingga predikatnya di sekolah turun drastis dari anak yang cerdas dan pintar menjadi anak yang biasa-biasa saja. Penyakit “sulit menulis” ini bahkan lebih akut saat ia sekolah di Universitas Harvard. 

Lantas setelah lulus, ia memilih untuk menjadi dosen di MIT (Massachusetts Institute of Technology). Disaat yang bersamaan, ia pun ikut merintis sebuah college yang diberi nama Franconia College dari tahun 1963-1965. Disitulah, di Franconia College, ia mendapat “pencerahan” bahwa terasa mudah melakukan proses tulis-menulis apabila ia tahu bahwa tulisan itu akan dibaca teman-temannya sendiri di Franconia College. Tapi begitu ia menulis untuk guru-gurunya sendiri, ia malah merasa canggung dan otaknya menjadi “beku”. Akhirnya ia mendapatkan kesimpulan bahwa rasa takut menjadi salah satu penghalang untuk menulis. Dari judul buku “Writing Without Teachers” kita tahu bahwa ia sudah mewakili pengalaman proses menulisnya. 

Oleh karena itu, merasa relaks, santai, dan terbebas dari rasa takut merupakan salah satu syarat untuk memulai proses freewriting ini. Ketika menemukan ide cerita tentang Harry Potter, J.K. Rowling sedang dalam perjalan 4 jam menumpang kereta api. Ide tentang anak kecil berdahi petir itu datang begitu saja ketika ia menikmati perjalanan. Suasana yang begitu santai dan relaks di dalam kereta api itu memicu munculnya ide-ide yang walaupun acak namun acap kali bernilai tinggi. Ia langsung saja menuangkan gagasannya itu ke dalam kertas. 

Menulis dengan gaya freewriting tak dituntut untuk sekaligus bagus, justru yang ditekankan adalah kuantitas, dan membuang (sementara) kualitas. Tulislah sebanyak kita bisa, kemudian lakukan editing atau rangkul kembali EYD ataupun PUEBI. 

Apalagi kalau kita mempunyai ide tulisan yang bagus, maka tulis saja. Jangan khawatir. Coba kirim ke penerbit besar (mayor). Sekali lagi, jangan ragu. Apalagi memandang struktur di dalam penerbit mayor ada seseorang yang disebut editor. Seperti yang kita tahu, tugas editor adalah menyunting naskah yang kurang benar. 

Jangan takut untuk menulis!

Gemar menulis dan membaca dua aktivitas ini yang menjadi kendaraan saya menjadi penulis, untuk menambah kenalan di Tanah Air maupun luar negeri, yang punya passion sama dibidang literasi.

8 Comment:

  1. Memang betul ya, tulis dulu, tulis aja, tulis terus. Edit belakangan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali!

      Kalau dipikir saja, tak akan menghasilkan tulisan.

      Lebih baik tulis dulu, singkirkan segala hal kekaidahan kebahasaindonesiaan.

      Hapus
  2. Menarik untuk dicoba...
    Makasih, Kak.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Betul... nulis itu ya mengalir aja.. asal sudah bikin outline dulu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar.

      Outline juga unsur yang penting dalam pembuatan karya tulis.


      Terima kasih telah mampir.

      Hapus

Contact

Kirim saya Email

Hubungi

ContactInfo

Secara etimologis, kata literasi (literacy)berasal dari bahasa Latin “literatus” yang artinya adalah orang yang belajar. Literasi erat hubungannya dengan proses membaca dan menulis. Namun, seiring berjalannya zaman, literasi mengalami perkembangan definisi yang baru, diantaranyaliterasi sains,literasi digital,literasi numerasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan. Khusus di website ini, membahas tentang literasi baca dan tulis atau manfaat berjejak hidup lewat kata.

Alamat:

Jln. Sunan Bonang No. 42A, Jember.

Phone:

+62 812 3254 8422

Email:

admin@mediapamungkas.com