“Merantaulah, orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing (di negeri orang).”
Sangat benar apa yang dikatakan oleh imam besar di atas sudah saya buktikan sendiri ketika saya berada di tanah rantau. Begitu banyak perbedaan yang saya dapati di tanah rantau. Keunikan, keasingan, kesendirian, kesulitan dan pengalaman-pengalaman lain yang cenderung baru saya kecapi.
Dalam website ini, saya mengajak kepada para perantau, tulislah kisah Anda di tanah rantau! Biarkan semua orang—atau minimal orang terdekat dulu—membaca kisah seru Anda ketika dijarak yang paling jauh dari mereka. Pasti Anda punya cerita sangat menarik yang ingin disampaikan. Memangnya, perlukah perantau menulis buku, adakah manfaatnya?
Berikut ini akan saya jabarkan manfaat-manfaat ketika menjadi perantau. Saya tulis berdasarkan pengalaman saya merantau dulu, diantaranya:
Kisah Anda akan Menginspirasi
Di tempat yang baru, Anda akan memaksa diri untuk mengeluarkan kemampuan terbaik, dan pasti akan terjadi. Termasuk kemampuan bersosialisasi. Di saat Anda melangkah meninggalkan kampung halaman, di saat itu pula Anda keluar dari zona nyaman, dengan orang-orang yang dikenal baik, yang bisa menghangatkan hari-hari Anda dulu.
Ketika Anda di tempat baru, Anda diharuskan beradaptasi dengan budaya, kebiasaan, makanan, dan karakter penduduk setempat. Sebagaimana ketika pertama kali ke Malaysia, saya butuh waktu lama untuk menyesuaikan makanan yang ada di sana. Di sana, makanan lebih cenderung manis, sementara lidah Jawa Timur saya tak bisa ditinggalkan. Saya bahkan masih merasa lapar ketika makan roti canai, dan heran sekali dengan orang sana menyebut makan roti ceper itu dengan ‘sarapan’, sementara saya lebih setuju kalau menyebutnya dengan camilan. Dari perbedaan itu, akhirnya bisa membantu menurunkan ego pribadi saya untuk menghargai perbedaan, dan mengajarkan lebih bertoleransi dengan hal-hal baru ditemui.
Nah, inilah point yang tak patut untuk dilupakan. Anda harus menuangkan dalam bentuk tulisan. Pengalaman yang Anda tulis akan menginspirasi teman atau kenalan Anda untuk ikut jejak Anda, atau minimal bisa terinspirasi.
Sebagai Kenangan Manis yang Abadi
Tinggal seorang diri di tempat asing tentunya memaksa Anda untuk melakukan semuanya sendirian, apatah lagi ketika Anda berada di masa-masa awal tinggal di tempat baru, belum mempunyai banyak kenalan yang bisa membantun Anda.
Saya jadi teringat ketika diawal-awal merantau ke Sidoarjo. Memang masih di Jawa Timur, tapi budaya, kebiasaan, makanan, dan terutama air yang hanyir. Sehingga saya sempat diare, izin beberapa hari tidak kerja. Diare sembuh, kemudian menyusul sakit mata. Dan dasar saya-nya saja yang tidak mau ribet, merantau cuma bawa 3 pasang baju saja. Jadi, mau tidak mau setiap hari harus cuci pakaian kalau tidak orang lain bakal tutup hidung.
Karena keadaan yang tak nyaman tersebut membuat level kemandirian saya meningkat. Saya terus belajar melakukan sendiri terhadap kamar kos yang tidak rapi dan mulai mengandalkan kemampuan sendiri dalam menghadapi setiap masalah. Itu sebenarnya bukan hal buruk, meskipun waktu itu saya berpikir “susah sekali hidup ini!” justru sekarang saya sadar bahwa sebaliknya membuat pribadi saya semakin tangguh ke depannya.
Nah, kisah Anda dalam keadaan sendiri tersebut bisa juga untuk ditulis. Kelak ketika Anda sudah balik kampung, dan tak memutuskan untuk merantau lagi, kisah Anda akan membuat Anda tersenyum seakan tergelitik ketika Anda baca ulang, ada kisah lucu, sedih, aneh, dan semua terangkum di dalam satu buku.
Menjadi Media Pengingat yang Kuat
Merantau itu menyedihkan diawalnya, sebab jauh dengan keluarga dan teman di kampung halaman. Tapi itu diawal, sebab seiring waktu berjalan, Anda pasti akan mendapatkan pengganti keluarga dan teman di perantauan. Orang-orang baru yang lambat laun akan menjadi bagian penting yang tak ingin terlupakan.
Raja Rohaisham, seorang perempuan paruh baya bersuami seorang guru bernama Ronasina Paparon. Dua orang ini, meskipun telah hampir belasan tahun tak jumpa, nama mereka terkenang di benak saya. Mereka telah saya anggap layaknya saudara sendiri. Keramahtamahan mereka ketika saya merantau di negeri jiran, menerima saya sebagai teman tapi rasa saudara kandung.
Begitu juga dengan Anda, pasti akan ingat wajah mereka, tapi hal lain bisa jadi Anda akan lupa. Misal alamat lengkap mereka, nama-nama mereka. Dengan segera menulis kisah di tanah rantau, Anda akan selalu mengingat mereka atau hal-hal yang terkait dengan mereka, sebab kisahnya sudah ‘diikat’ dalam bentuk tulisan.
Mencatat yang Unik-Unik
Jika ingat Sumatera, saya jadi ingat momen ketika distribusi barang ke Pangkalan Brandan, Kecamatan Sei Lepan. Waktu itu hendak memasuki jembatan kecil yang bisa dilewati oleh satu mobil saja untuk menuju ke sebuah desa bernama Telaga Said. Mobil box yang kami tumpangi bertiga berjalan pelan-pelan. Waktu itu hujan sudah reda tapi tanah merah berkubang air jadi licin, jadi setiap kali mengerem mobil kami masih berjalan pelan. Suasana sangat menegangkan. Apalagi jalanan turun. Pak Arto, nama supir mobil box itu malah tak terlihat tegang, justru sambil bernyanyi:
“Hugogo pe mansari, arian nang bodari ndada pola marsak au disi, alai anakkonhi da ikkon dosikkola sikkap sian natalop gogoki. Nang so Tarithon au pe akka dongan ndada pola marsak au di si. Marsedan marberlian, marcincin nang margolang, nadada pola marsak au disi…” mengikuti lagu di dasbor mobil. Pak Getek menyikut saya pelan, “Jang, konon dia ingat anak…” kata Pak Getek, sambil bibir bawahnya dimonyongkan. Itu momen yang tidak bisa saya lupakan.
Di perantauan Anda pasti akan mendapati cerita, pengalaman, ataupun survival kehidupan yang tak akan Anda peroleh di kampung halaman. Contohnya yang nyata seperti budaya, kebiasaan, makanan, karakter dan juga kearifan lokal. Semua hal yang baru dan menarik akan menjadi kenangan yang tak terlupakan, dan semua itu akan turut membantu mendewasakan Anda dalam menjalani kehidupan.
Menjadi Hadiah yang Berkesan
Poin-poin di atas sudah cukup untuk bisa menjadi bahan tulisan. Ketika semua terangkum dalam sebuah buku, mungkin Anda ingin menghadiahkan beberapa buku tersebut kepada seseorang atau beberapa orang yang berjasa bagi Anda ketika merantau. Hadiah buku akan menjadi hadiah termewah dan terspesial bagi semua orang. Karena hadiah semacam ini masih belum semarak, tidak seperti umumnya.
Jangan ragu, merantaulah untuk mengeluarkan potensi terbaik yang ada pada diri Anda—apatah lagi Anda yang masih muda dan belum berkeluarga—untuk kemudian pulang membangun kampung halaman.
 |
Novel saya dengan tema perantauan.
|
Program Media Pamungkas (dan beberapa komponen yang akan bekerja sama di dalamnya) bersedia menjadi wadah kepenulisan untuk perantauan atau yang ingin membukukan pengalamannya. Biarkan tulisan Anda itu ‘merantau’ dari pikiran orang-orang. Pengarungi orang-orang—khususya bagi kawula muda—agar terdorong untuk merantau.
Saya pernah merantau di Negeri Jiran dan semua kisah saya di negeri tetangga tersebut terhimpun di sebuah novel berjudul “Nasi Lemak Melankolis”. Tertarik membacanya? Sebelum beli kabarin saya dulu, saya kasih review-nya.
 |
Cerpen "Si Tampan dari Jembatan Bedadung", cerita tentang Denny dan Marietje
|
 |
Ucapan apresiasi saya kepada Mbak Wiwik (sahabat mbak kandung saya).
|
Dan cerpen "Si Tampan dari Jembatan Bedadung", mengisahkan tentang seorang anak muda yang tampan tapi perilakunya aneh. Hobi Si Tampan memancing di bibir Jembatan Bedadung menggunakan umpan batu di ujung kailnya. Siapa sangka, tak dapat ikan malah mendapatkan jodoh perempuan dari Negeri Kincir, bernama Marietje. Cerpen ini wujud atas bantuan dari Mbak Wiwik, orang Gebang, yang merantau di Belanda. Di cerpen ini ada sedikit pelafalan dan sedikit gambaran Belanda yang diberikan Mbak Wiwik kepada saya. Contohnya, bahasa dari Negeri Tulip tersebut:
Geef mij maar nasi goreng met een gebakken ei, wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij.
 |
Mbak Wiwik ketika di taman Amsterdam. |
Kayaknya gak asing sama bukunyaaa. Di gramedia ada kan yak? Btw, saya dulu tertarik merantau (untuk kuliah) juga karena ingin keluar dr zona nyaman, tapi gak kesampaian. Belum dapat izin. Sekarang mau gak mau diizinin karena dibawa sama suami :D
BalasHapusHehehe.
HapusSekarang dibawa suami malah merantau lama beud ya. Hehe
Mas, belum folback blog aku ya? hehe
BalasHapusIya,Kelewat kak, kirain pas pertama itu udah saya follow hehe maaf.
HapusBener banget, Kak. Di tempat baru, kita mulai dr nol. Maa syaa Allah.
BalasHapusApalagi Bunda, ya?
HapusDi Negeri Sakura dengan iklim yang berbeda, makanan juga asing, dan mungkin masih banyak yang lain yang baru dikecapi.
Betul kak...
BalasHapus"Merantaulah, kau akan mendapat pengganti kerabat dan teman. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang." Petuah imam syfi'i lain tentang merantau ini juga menyemangati saya ketika akan merantau..
Iya, petuah Imam Syafii memang benar-benar benar adanya. Saya kalau tak merantau mungkin tak akan kenal dengan orang-orang hebat, tempat-tempat memukau, dan hal-hal baru lainnya.
HapusMerantau bisa bikin kita kenal banyak orang, bahasa, budaya, dan yang jadi ciri khas adalah logat daerah. Meskipun sama sama jawa, orang surabaya sama orang solo udah beda banget logatnya. Meskipun orang bali, orang buleleng sama orang denpasar beda banget logatnya.
BalasHapusIya mas. Ibarat lain ladang lain belalang.
HapusDomisili di Bali kah, Mas?
Tulisannya bagus. Jadi menginspirasi para perantauan.
BalasHapusTerima kasih atas tanggapannya. Semoga bermanfaat.
HapusAamiin
BalasHapuskeren nih dapat jodoh dari negeri Belanda, perkara pancingan batu. Pelajaran berharga buat kita semua. jangan pernah meremehkan sesuatu yang kita gak pernah tahu. karena kita tak pernah tau apa yang terjadi dengan yang kita cemooh itu. kan Tuhan maha pengatur, kita mah bisanya merencanakan saja. keren tulisannya. lanjutkan.
BalasHapusYa, masa depan tidak ada yang tahu. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa. Tentang waktu dan masa depan biarlah Yang Atas berkata.
HapusTerima kasih telah mampir.
Duh, kenapa saya baru tau sekarang ya 🙈 btw perantau Malaysia hadir nih 🤭
BalasHapusOhya? Malaysia mana, kak?
HapusSaya dulu merantau juga di Malaysia, tepatnya di Kajang, Selangor.
Di sana saya hampir empat tahun.