Catatan lama, Selasa, 19 Mei 2020.
Sewaktu lajang, saya merasa biasa saja bekerja freelance di rumah. Tak terlalu berpikir berat. Tapi pada akhirnya saya memutuskan untuk mencari pekerjaan utama. Apalagi sudah berkeluarga. Karena kerja sebagai penulis freelance tak serta merta menghasilkan uang secara langsung.
Sebelum warta corona merebak, saya sempat menerima job dari satu penerbit mayor. Tema yang ditulis tidaklah begitu berat. Deadline yang diberikan dua bulan.
Dengan deadline dua bulan, saya masih bisa nyambi pekerjaan lain. Job menulis tersebut saya buat sampingan; di sela-sela kerja, sedikit demi sedikit melanjutkan menulis, sedikit demi sedikit menyusun kata-kata dengan teratur. Deadline dua bulan membuat saya enggak ngos-ngosan ngerjainnya.
Waktu itu, di media sosial, TV, dan radio menjadi lautan berita Covid-19. Di saat itu pulalah manajemen perusahaan menerapkan kebijakan Work from Home. Yang tadinya harus datang ke tempat kerja, menjadi menerapkan penjualan produk via WhatsApp, kemudian barang bisa saya hantar.
Ketika naskah untuk penerbit itu rampung, selanjutnya saya kirim via email. Ada sedikit perasaan lega saat ikatan deadline lepas. Tapi, sepenuhnya akan merasa lega kalau kalau terima fee. Mulanya pihak penerbit merespon dengan singkat, "Baik, kami terima."
Lalu, dikemudian hari saya terima WhatsApp dari mereka, berikut isinya:
Selamat siang Mas Saad,
semoga senantiasa sehat sentosa serta selalu berada dalam lindungan Tuhan YME. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan informasi perihal kelanjutan kerjasama antara penerbit dan Mas Saad.
Terkait perkembangan penyebaran Covid-19 di Indonesia, saat ini kantor kami sedang mengalami krisis yang juga berimbas pada seluruh kegiatan operasional perusahaan. Oleh sebab itu, dengan berat hati kami harus melakukan pembatalan projek-projek penulisan naskah yang sedang dalam proses pengerjaan, maupun yang sudah teman-teman penulis selesaikan, termasuk untuk naskah Mas Saad yang berjudul "Bla...bla...bla....".
Untuk itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, dan memohon pemakluman serta kebesaran hati dari teman-teman penulis sekalian untuk menerima keputusan ini. Semoga teman-teman penulis sekalian selalu diberikan kelancaran rezeki dan senantiasa berada dalam lindungan Tuhan YME.
Sekian dari kami, terima kasih atas pemakluman dan kerjasamanya.
Salam,
Redaksi Penerbit xxxxxxx
Bukan main, perasaan lemas langsung menyergap saya. Bagaimana tidak? sebab saya menggarap naskah itu dengan susah payah dan mengusahakan yang terbaik. Namun, ending-nya pedih. Kecewa berat tentunya. Lalu saya mencoba menstabilkan emosi, membalasnya:
Selamat siang juga,
tentu saja ini kabar menyedihkan buat saya. Sebab yang saya tulis mengenai bla...bla...bla..., dan rupanya saya ngoyo dalam pengerjaannya, dan semakin bertambah ngoyonya apabila teks tersebut tidak memberikan hasil finansial.
Tapi, insyaa Allah saya akan berlapang dada dengan keputusan redaksi penerbit Karena dari Anda pula saya bisa berkarya banyak.
Terima kasih.
Begitulah, saya membalasnya. Walau bagaimana pun mereka berjasa besar kepada saya. Sudah menjadi jembatan mengangkat nama saya sebagai penulis.
Covid-19 memang benar-benar baik, bukan? Membuat seseorang semakin lama di rumah. Akrab dengan rumah dengan seisinya. Tapi sayangnya enggak bisa akrab dengan keadaan, dompet berangin.
0 Comment:
Posting Komentar