Sampai sekarang, ingatan itu kuat; betapa nikmatnya kesengsaraanku dulu sehingga membawa keberkahan seperti sekarang ini. Rasanya aku seolah masuk ke dalam novel-anak karangan Enid Blyton ketika menapaki jembatan yang berada di atas Sungai Wear yang pemaparan tentang desa di Inggris. Aku dapat beasiswa, dan bisa kuliah di Durham dengan bangunan megah kastilnya itu, di sana aku ambil fakultas sastra.
Kalimat di atas adalah kutipan dari cerpen “Durham University”, salah satu diantara 10 cerpen yang terkumpul pada buku “Hilang Setengah”. Tepatnya di halaman 101. Durham University adalah cerpen refleksi terhadap mimpi yang mengendap lama ingin berkuliah ke luar negeri, Inggris.
Kenapa harus ke Inggris?
Karena menurut saya itu cara yang lebih efektif untuk mempelajari bahasa Inggris, terjun langsung ke lingkungan yang memakai bahasa tersebut. Sebagaimana dulu saya pernah merantau di Malaysia, saya berkesempatan mempraktikkan langsung bahasa Melayu yang sebelumnya sudah saya pelajari dari Upin Ipin lewat TV (hehe).
Jika saya pergi ke negeri yang berbahasa Inggris, bisa dipastikan kemampuan bahasa Inggris saya akan dilatih selama 24 jam.
Faktor lain yang ingin membuat ke sana adalah (katanya sih) jika di universitas di luar negeri bisa menjamin akses ke ratusan ribu dokumen jurnal secara gratis dari perpustakaan. Bahkan di Harvard menyimpan banyak manuskrip penting tentang kedokteran dan agama Islam. Waw!
Dengan pergi merantau ke luar negeri, saya ingin sekali lagi merasakan pengalaman yang berbeda. Ingin melihat dunia dengan sudut pandang yang lebih luas.
Dan dulu saya ingin sekali berkunjung ke Stadion Old Traford, stadion punyanya Manchester United. Ya, saya dulu sempat ngefans sama Red Devils.
0 Comment:
Posting Komentar