Sampai di tepian sungai itu nampak koper itu tergeletak aman. Matahari mungkin setengah jam lagi hilang, pikirnya. Pemuda itu dengan sungguh-sungguh membidik ujung linggis ke bagian samping koper. Sampai 11 kali hantaman dengan kekuatan yang maksimal itu, koper akhirnya terbuka. Bukan seperti yang diharapkan Warsidi. Ia terperangah. Isinya cuma seplastik butiran obat kira-kira 1 kiloan dan sebungkus kecil berisi serbuk putih.
“Ah! Hanya obat! Percuma aku membukanya pake peluh!”
Saat merogoh di saku koper itu terdapat cek serta secarik kertas tertulis:
lampu 4 dari batas matahari tenggelam bengkok 200 live not on evil, samping 78**.
Justru pemuda itu tertarik dengan kata-kata aneh itu. Seperti teka-teki silang yang menantangnya. Kata hatinya berkata bahwa obat ini barangkali obat yang sangat penting bagi penyakit yang diderita penggunanya.
Di atas adalah penggalan dari cerpen "Petualangan Semut". Inspirasi menulis tulisan tema remeh tersebut saya dapatkan ketika melakukan kegiatan ringan di halaman belakang, ketika menyeruput wedang. Tak dinyana bisa menambah tabungan inspirasi saya, sekaligus membuat saya tahu bahwa hewan renik itu punya dunia tersendiri. Dunia mereka indah, bahkan mereka tak berpikiran sulit. Hidup mereka pasti bahagia, mereka tak kenal menyerah dan berpikir susah. Bahagia itu ketika mereka saling bekerja sama, terus bergerak, dan tak kenal menyerah menggotong remah-remah biskuit kala itu. Dari bola mata saya, melihat mereka amat kepayahan. Apalagi waktu itu pasca hujan deras. Pasti lumut-lumut di dinding semakin licin. Tapi, sekali lagi, itu pengamatan dan pikiran manusia yang hanya melihat dan tak bergerak.
Dari mereka diam-diam hati berkisik, "tak usah khawatir, lelahmu akan berbuah manis jika berjuang sepenuh tenaga dan hati".
0 Comment:
Posting Komentar