Pernah tidak kita jumpai buku yang usang atau berada di tempat yang tidak layak? misal di tempat sampah atau dikelilingi besi-besi tua, semacam di tempat rongsokan. Dengan keadaan seperti itu buku menjadi murah harganya karena kondisi. Nah, di website ini saya akan menulis betapa buku itu berharga dalam keadaan apa pun.
Kita jangan membanding-bandingkan buku yang berada di toko buku (dengan keadaan bersegel dan bagus) dengan buku di tempat rongsokan. Itu sama saja kita membanding-bandingkan diri kita sendiri dengan orang lain, sehingga dampaknya tindakan ini akan menurunkan kepercayaan diri kita sendiri dan akan membuat kita merasa rendah diri. Padahal kita berbeda dan spesial. Sama dengan buku, tidak ada satu buku yang sama dengan buku yang lain. Masing-masing punya kelebihan dan kebermanfaatan. Kecuali kalau buku tersebut hasil plagiat, copy paste, dan ditulis tanpa motivasi. Jika kita membandingkan buku di toko dan di rongsokan, maka kita sepertinya lupa akan esensi buku untuk memberi wawasan. Buku bekas itu ibarat jendela yang berkusen lapuk, kita mungkin jengah dengan kelapukan kusennya, tapi dari sana kita bisa memandang cakrawala dunia lain yang luas.
 |
Sahabat saya, juragan rongsokan.
|
 |
Cabaran bagi saya berenang mencari jendela dunia di tempat semrawut seperti ini
|
Dari tulisan ini, saya akan menunjukkan bahwa buku yang berada di rongsokan itu sama-sama berharganya dengan buku yang ada di toko buku, bahkan menurut saya buku yang berada di rongsokan itu spesial. Karena harganya nol alias gratis diboyong. Kebetulan pemilik rongsokan itu sahabat sebangku ketika SMP. Katanya, “kalau dapat, sekarung gratis untukmu!” Apa tidak spesial itu?
Tapi tetap saya meninggalkan insentif uang lelah bagi yang mengutip buku hingga sampai berada di tempat rongsokan teman saya itu. Meski teman menolak diberi uang, saya tetap membangkang. Saya berseloroh, “Loh, bisa-bisa aku terus memburu tiap hari, kamu entar bangkrut! Mau?”
Pada kenyataanya, buku di rongsokan tidak mudah didapat dengan waktu satu kunjungan saja. Tetapi saya harus membuat jadwal pengingat dengan meng-WhatsApp sahabat saya agar tahu sekaligus menanam dalam benaknya “ingat buku, ingat Saad” begitu mungkin. Kalau tidak bertindak seperti itu, kadang saya ke tempat rongsokan, rupanya buku sudah diangkut truk.
Saya memberi edukasi kecil tentang pentingnya membaca kepada sahabat saya itu. Tentunya dengan penyampaian yang ringan sembari berkelakar.
 |
Kalau rusaknya separah ini, tidak bisa dibersihkan.
|
Saya sendiri masih belum menjelajah ke tempat rongsokan lain. Saya pikir mungkin tak akan sama dengan saya dapatkan di rongsokan punya sahabat sendiri. Bisa jadi bayar. Bukan berarti saya orangnya ndak bondo tapi kalau memang dinilai seperti itu tak masalah. Sebab saya mendapatkan buku-buku bekas itu bukan untuk keperluan komersil, tapi untuk dikoleksi. Perlu waktu juga untuk membersihkan buku dari noda, dari debu yang mengeras, disemprot pakai cairan disenfektan, kemudian dijemur di bawah terik matahari, barulah bisa masuk ke rak buku.
Mau tahu penampakan buku yang saya dapatkan dari rongsokan milik sahabat. Dibawah ini penampakannya.
 |
Inilah buku-buku koleksi saya yang saya dapatkan dari rongsokan. (Suwer!)
|
Mudah-mudahan tulisan ini menginspirasi Anda, sehingga mengikuti langkah yang membuat Anda menghargai buku meski berada di tempat rongsok. Siapa tahu ada yang bagus tanpa calar, sehingga bisa dimiliki Anda. Apalagi, memandang harga buku di toko buku itu masih relatif mahal untuk sebagian orang, ditambah lagi di tahun 2020, tahun wabah, menambah berat hati untuk membeli buku baru.
Jika Anda telah menemukan buku yang bagus, setelah dibersihkan, coba berilah parfum atau pewangi. Agar nantinya buku tersebut menjadi buku yang bisa bikin orang nyaman saat membacanya.
0 Comment:
Posting Komentar