November 19, 2020

Apa yang harus Dilakukan Pemerintah dalam Menangani Minimnya Minat Baca?
media-pamungkas-penerbit-jember-lemahnya-minat-baca-di-Jember-kampus-unej-mahasiswa-bupati-baru-hendy-siswanto-menangani-faida-bina-sehat-Haji-muqit-Jember-kota-literasi
Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya, berjudul Sepinya Literasi di Jember. Yakni tulisan yang bertema observasi terhadap pengalaman dan pengamatan saya kepada gerak-gerik aktivitas keaksaraan di kota kelahiran saya, Jember. 

Kurangnya minat baca masyarakat Jember seharusnya mendorong pemerintah setempat untuk sesegera mungkin memfasilitasi dan menganalisis apa saja yang menjadi penyebab hal tersebut. Peran pemerintah setempat sangat diperlukan. 

Misal, di jenjang pendidikan formal pemerintah hendaknya memberikan bantuan subsidi buku bacaan, bukan hanya buku-buku pelajaran sekolah, tapi buku-buku umum yang disesuaikan umur tujuannya agar keanekaragaman kehidupan dapat membuka pikiran anak secara luas serta memberikan anggaran khusus bagi penyempurnaan perpustakaan sekolah. Sebab jika perpustakaan baik—baik dari segi fasilitas dan indah—itu adalah unsur dari roh bangsa yang bertamadun. Karena keindahan akan menumbuhkan kecintaan tersendiri terhadap suatu hal yang kita prioritaskan. Pada akhirnya perpustakaan menjadi tempat yang menyenangkan, dan mengasyikkan. 

Penyempurnaan perpustakaan juga harus diimbangi dengan ‘menganugrahi’ perpustakaan dengan seorang pustakawan yang kreatif dan inovatif. Kenapa? Karena keberadaannya bagaikan jiwa yang menghidupkan. Jika bukan orang pilihan maka ia akan terikat oleh keterbatasan sehingga mati gaya, atau tak bisa berbuat apa-apa. Membiarkan tempatnya sepi dari kunjungan dan tidak menarik perhatian. Percuma kalau sejumlah buku yang ada disana tidak memberi inspirasi apa lagi kepada dirinya sendiri. 

Misal seperti seorang pegiat literasi sekaligus pendiri perpustakaan masyarakat, Pak Iman Suligi, yang mengatakan dirinya sebagai pustakawan otodidak, tapi tanpa dinyana terpilih jadi Pustakawan Teladan 3 se-Jawa Timur, tahun 1996. Kung—begitu sapaan saya kepada beliau—menganggap bahwa buku adalah marketing promotion atau advertising, jadi pustakawan itu tidak harus berkutat hanya membuka DDC (istilah pustakawan untuk pengkodean buku atau indeks) 

Begini kutipan kreatifitas beliau:
Disaat tak ada buku baru, saya keluarkan buku yang ada di rak kemudian digelar di meja dipamerkan. Sebuah banner saya pasang di depan pintu bertuliskan Pameran Buku. Banyak buku yang nylempit dari perhatian dengan cara ini dapat menarik perhatian. Jadi, mengapa harus mati gaya ketika banyak cara bisa dijadikan pilihan?
Kenapa dari awal tulisan—dari judul dan paragraf pertama—saya menyorot peran pemerintah dalam hal minat baca? Sebab saya mengutip UU Sisdiknas no 20/ 2003 Pasal 11 yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah Daerah WAJIB memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga tanpa diskriminasi” 

Untuk mempertegas lagi, pada pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Ditambah lagi, ayat 3 berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-undang. Dari dua pasal itu sudah cukup jelas seharusnya pemerintah menggalakkan secara nyata dan masif dengan memperhatikan fasilitas pendidikan di kota kecil ini, dan tentunya untuk bangsa ini juga. 

Nah, jika tulisan saya di atas menyorot ke sistem pendidikan formal, lalu bagaimana dengan layanan literasi publik agar tercapainya literasi secara luas? 

Sebagaimana saya ambil contoh di lantai tiga Pasar Kenari, Jakarta Pusat. Di sana ada toko buku sekaligus tempat wisata buku bernama Jakbook. Meskipun saya sendiri masih belum pergi ke sana, tapi di Jakarta ada beberapa saudara yang berdomisili di sana dan telah mengunjungi tempat wisata buku tersebut. Setelah saya mencari informasi dari mereka, memberi gambaran lengkapnya sebagaimana yang saya tangkap dan saya tuang dalam bentuk tulisan ini. 

Toko buku eksklusif ini kepunyaan pemerintah DKI Jakarta. Dalam ruang toko itu dilengkapi pendingin ruangan, berskrin kaca, melayani transaksi menggunakan dompet digital ataupun KJP. Serta ada diskon bagi penikmat buku. 

Deretan buku di Jakbook tertata rapi dalam rak-rak yang sudah diklasifikasikan berdasarkan genre-nya. Tulisan klasifikasinya besar dan jelas. Sehingga memudahkan pengunjung mencari buku. Kemudahan itu ditambah pula dengan komputer pelacak buku yang bisa digunakan untuk pencarian instan tanpa perlu bersusah payah mencari-cari rak demi rak. Nah, komputer pelacak ini ada juga di toko buku terbesar di Jember, tapi dulu. Sekarang entah mesin pencarian untuk pelanggan ditiadakan. 

Di Jakbook kita akan mendapati betapa kenyamanan pengunjung diperhatikan. Di Jakbook ada kedai kopi. Jadi pengunjung yang membeli buku bisa langsung dibaca sambil menyeruput kopi. Nikmatnya. Hal itu jadi tengara bahwa wisata buku di Pasar Kenari ditangani dengan serius oleh pemerintah DKI Jakarta. 

Dekorasi di ruang Jakbook membuat pembaca termotivasi, pasalnya dihiasi oleh mural yang mengutip kata-kata tokoh literasi kondang di Indonesia. Kata-kata penyemangat yang bisa menumbuhkan minat baca dan tulis para pengunjung. Untuk generasi milenial yang suka mendatangi suatu tempat demi konten instagram yang menarik dan estetik atau biasa disebut dengan bookstagram (dan semacamnya), di Jakbook adalah suatu pilihan yang perlu dicoba. Semoga di Jember ada toko buku semacam Jakbook, sehingga harapan kedepan menjadi jalan bagi memadai para pegiat literasi atau untuk gerakan literasi yang lebih masif. Membudayakan membaca buku dengan lebih menyenangkan dan tentunya kekinian. Next, Jember dikenal sebagai Kota Literasi. Belum ada kan sebutan Kota Literasi di Indonesia? 

Mari dari Jember dulu!
JEMBER KOTA LITERASI

Gemar menulis dan membaca dua aktivitas ini yang menjadi kendaraan saya menjadi penulis, untuk menambah kenalan di Tanah Air maupun luar negeri, yang punya passion sama dibidang literasi.

0 Comment:

Posting Komentar

Contact

Kirim saya Email

Hubungi

ContactInfo

Secara etimologis, kata literasi (literacy)berasal dari bahasa Latin “literatus” yang artinya adalah orang yang belajar. Literasi erat hubungannya dengan proses membaca dan menulis. Namun, seiring berjalannya zaman, literasi mengalami perkembangan definisi yang baru, diantaranyaliterasi sains,literasi digital,literasi numerasi, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan. Khusus di website ini, membahas tentang literasi baca dan tulis atau manfaat berjejak hidup lewat kata.

Alamat:

Jln. Sunan Bonang No. 42A, Jember.

Phone:

+62 812 3254 8422

Email:

admin@mediapamungkas.com